Di era pandemi saat ini, kita sangat perlu untuk berkomunikasi efektif dan empatik dengan para pemangku kepentingan atau stakeholders. Terutama, apabila berkomunikasi melalui media televisi. Komunikasi yang disampaikan melalui televisi bukan saja memperhatikan konten pesan-pesan yang disampaikan, yang merupakan komunikasi verbal, tetapi juga perlu memperhatikan komunikasi nonverbal atau bahasa tubuh (body language).
Oleh: Maria Wongsonagoro, PR Consultant, President Director of IPM Public Relations.
JAKARTA, PRINDONESIA.CO - Pesan-pesan yang kontennya bagus dan empatik akan sia-sia bila penyampaiannya tidak memerhatikan bahasa tubuh. Ini disebabkan karena bahasa tubuh umumnya lebih dipercaya daripada bahasa verbal. Sebab, dianggap merefleksi pemikiran orang yang menyampaikannya. Body language does not lie, bahasa tubuh tidak berdusta, kira-kira begitu.
Saya mengambil beberapa contoh berikut berdasarkan pengalaman lebih dari delapan tahun bergelut di dunia pertelevisian. Menggambarkan bahwa berkomunikasi empatik perlu ditunjang dengan cara penyampaian yang baik dan bahasa tubuh yang sesuai.
Selain bahasa tubuh, cara menyampaikan pesan juga harus diperhatikan. Bila sudah “action” kalimat awal atau opening statement yang disampaikan narasumber itu harus kuat dan tegas. Jangan dimulai dengan “Ah…oh…ah” karena terlihat sangat lemah sekali dan sepertinya narasumber tidak mempersiapkan diri dengan baik.
- BERITA TERKAIT
- Kunci Utama Memimpin Tim Tetap Solid di Tengah Krisis Komunikasi
- Demokrasi di Meja Makan
- Peran Pengelolaan “Stakeholder” Mendukung Penerapan ESG dan Keberlanjutan
- Pentingnya Juru Bicara dalam Membangun Kredibilitas IKN
- Begini Rahasia Sukses Konferensi Pers