Langkah Tepat Hadapi Krisis

PRINDONESIA.CO | Jumat, 10/12/2021 | 1.859
Masalah dapat berubah menjadi krisis apabila tidak dikelola dengan baik. Situasi krisis yang parah bahkan dapat menghentikan bisnis.
Dok. PR INDONESIA/Freandy

Public relations (PR) berperan membangun cerita yang menggambarkan perusahaan dalam berbagai macam sisi positif. Cerita yang dibangun ini kemudian diintegrasikan menjadi suara perusahaan dengan penyampaian yang luwes kepada audiens.  

 

BALI, PRINDONESIA.CO – Namun, kata GM External Corporate Communications Telkomsel Aldin Hasyim saat mengisi workshop JAMPIRO JAMPIRO bertema “Strategi dan Manajemen Krisis Pascapandemi” di Bali, Kamis (9/12/2021), perlu diingat bahwa tidak peduli seberapa halus dan rapi cerita itu dibuat, tidak semerta-merta mampu mengontrol segalanya. Apalagi saat membangun cerita di tengah krisis.

Seperti banyak perusahaan besar lain, Telkomsel juga kerap kali tertimpa krisis. Sejumlah masalah bahkan timbul tanpa bisa diprediksi. Dari sinilah, PR ditantang untuk mampu mengamati dan mempelajari masalah yang ada.

Menurut Aldin, hal pertama yang harus dilakukan saat masalah terjadi adalah melakukan analisis. “Jangan menjadi panik. Sebab, dapat berakibat fatal. Keputusan yang diambil bisa jadi tidak tepat sasaran,” ujarnya.

Ia melanjutkan, “Kita dapat melakukan analisis dari cara kita melihat masalah tersebut. Haruskah kita reaktif atau proaktif. Analisis juga kebenaran dari masalah tersebut. Apakah benar terjadi dan merupakan fakta atau sebaliknya.” Nah, jawaban dari pertanyaan-pertanyaan ini akan menjadi acuan bagi PR dalam memberikan respons yang tepat. 

Lebih ke dalam lagi, praktisi PR harus memahami perbedaan antara isu dengan krisis. Isu adalah ketika masalah terjadi, namun dampaknya tidak cukup kritis. “Dampak masalah tidak mengancam kehidupan, lingkungan, atau reputasi organisasi. Kita masih memiliki waktu yang cukup untuk menilai situasi  sebelum mengambil tindakan,” imbuhnya.

Sementara krisis merupakan permasalahan yang memiliki dampak lebih besar. Sehingga,  membutuhkan respons secepatnya. Dampak krisis termasuk di antaranya berbagai hal yang mengakibatkan cidera, penyakit, kematian, atau hal lain yang dapat berdampak signifikan terhadap organisasi atau  reputasi. “Krisis umumnya memiliki awal dan akhir yang jelas,” kata Aldin.

Menurut Aldin, masalah dapat berubah menjadi krisis apabila tidak dikelola dengan baik. Situasi krisis yang parah dapat menghentikan bisnis. “Ketika krisis terjadi, instansi/korporasi membutuhkan kehadiran para pemimpin organisasi sebagai juru bicara,” ujarnya.

Pemahaman Mendalam

Aldin lantas menguraikan langkah-langkah yang dilakukan Telkomsel ketika berhadapan dengan krisis. Pertama, melakukan protocol monitoring di semua aspek. Antara lain, memastikan siapa yang akan menjadi spokesperson, narasi atau pesan yang akan disampaikan ke publik, mengantisipasi respons audiens dan gambaran keseluruhan masalah. Monitoring ini akan berguna bagi PR dalam menyiapkan strategi penanganan saat masalah lain muncul di kemudian hari.

Setelah memahami permasalahan, PR kemudian membentuk strategi yang sesuai dengan masalah yang ada. “Berdasarkan pengalaman menangani krisis, tidak ada cara yang sama ketika menghadapi krisis,” ujarnya.

Yang pasti, kata Aldin, PR harus memastikan mereka memiliki pemahaman yang mendalam atau deep understanding terhadap masalah yang sedang terjadi. PR juga harus membuat strategi serta menyiapkan mitigasi krisis. Saat krisis terjadi, semua pihak dalam korporasi harus satu suara. Apabila krisis sudah berhasil dilewati, tetap lakukan monitoring dan waspada terhadap berbagai kemungkinan respons yang akan timbul.

Kemudian, evaluasi semua proses yang terjadi. Catatan dari hasil evaluasi itu lalu dikembangkan agar menjadi lebih baik. Sehingga, perusahaan lebih siap ketika menghadapi masalah di masa yang akan datang. (iaa)