Fungsi public relations (PR) dan manajemen komunikasi berkembang dinamis sejak awal kemunculan keduanya di ranah ilmu-ilmu sosial. Keduanya bahkan memicu dualisme yang berkembang dalam bidang keilmuan maupun dunia kerja. Alih-alih mencari perbedaan atau siapa yang paling unggul, tulisan ini mencoba untuk melakukan pembacaan keduanya sejak awal hingga praktiknya saat ini.
Oleh: Amin Shabana, Founder On-Point Communication dan Anggota Dewan Pengurus LSP Mankom.
JAKARTA, PRINDONESIA.CO - Dalam perkembangannya terkini, baik PR maupun manajemen komunikasi terhubung dengan satu fungsi yang sama. Yaitu, fungsi komunikasi strategis yang menggabungkan berbagai disiplin ilmu. Hebatnya, analisis terbaru menunjukkan bahwa sebagian besar—jika tidak mau disebut semua—komunikasi strategis ini menjadi jalan menuju “integrasi disiplin” (Werder et al., 2020: 5).
Selain aktivitas dan metode tradisional, saat ini perusahaan atau organisasi harus merangkul berbagai saluran baru dalam merancang strategi komunikasi dengan pemangku kepentingan seperti teknologi informasi dan komunikasi (TIK), data analitik, algoritma, dan alat kecerdasan buatan (AI), serta teknik lainnya yang menggunakan platform canggih.
Perkembangan ini terjadi karena dalam membangun hubungan dialogis dengan masyarakat di era saat ini perlu diciptakan cara-cara baru yang mencakup mutualitas; kedekatan, empati, penerimaan risiko; dan komitmen. Kegiatan komunikasi strategis juga menjadi tanggung jawab seluruh level anggota organisasi, tidak hanya di departemen komunikasi.
- BERITA TERKAIT
- PR Harus Peka "Percikan Api" di Media Sosial
- Mengukur Persepsi “Stakeholder”
- AI dan PR Harus Saling Melengkapi
- Peran PR dan Perubahan Iklim
- Ini Tips Menjadi Pembicara yang Baik