PR dan Literasi Keuangan

PRINDONESIA.CO | Jumat, 07/01/2022 | 1.581
Perhumas atau PR INDONESIA dapat melakukan koordinasi di antara para praktisi komunikasi dengan lembaga-lembaga keuangan pemerintah, dalam mencari jalan terbaik untuk penyebarluasan literasi keuangan secara efektif.
Dok.Istimewa

Tanggal 12 September 2021 ada berita kecil di Kumparan tentang Ketua Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Jember, Hardi Rofiq Nasution, yang penasaran dengan maraknya penawaran pinjaman online (pinjol) ilegal. Beliau ingin menyelidiki praktik ini dan melalui kerabatnya seolah-olah akan memanfaatkan salah satu penawaran yang ada. Praktek pinjol liar ini menjerat banyak sekali orang yang memang sudah kesusahan sebagai akibat pandemi COVID-19.

           

  Oleh: Noke Kiroyan, Chairman & Chief Consultant KIROYAN PARTNERS

JAKARTA, PRINDONESIA.CO - Angka konkrit yang didapatkan dari penelitian lapangan oleh Ketua OJK Jember ini adalah bahwa dari pinjaman nominal sebesar Rp 1 juta, yang ditransfer cuma Rp 700.000 atau 70 persen. Dana yang harus dibayar kembali dua hari kemudian adalah Rp 1.065.000 berarti tingkat bunganya 52 persen atau setara dengan pengenaan bunga pinjaman 26 persen per hari. Memakai metode perhitungan bunga bank tahunan jelas angkanya sangat fantastis, maka tidak mengherankan praktek semacam ini sangat meresahkan. Namun demikian paling tidak masih ada uang yang didapatkan.

OJK sudah beberapa tahun mengumandangkan perlunya literasi keuangan agar masyarakat tidak mudah terjebak atau termakan rayuan dari para pencari keuntungan yang tidak wajar, di masa lalu istilah yang dipakai adalah “lintah darat” yang mencari mangsa justru di kalangan orang-orang yang sedang mengalami kesusahan. Karena para lintah darat berkeliaran di mana-mana, maka para pelaku industri komunikasi semestinya turut mendukung upaya ini agar tidak semakin banyak anggota masyarakat yang bagaikan sudah jatuh masih ditimpa tangga pula.

Kiranya perlu upaya yang masif dan mungkin juga sudah dimulai di bangku sekolah agar orang menilai semua penawaran secara kritis dan realistis. Ada pemeo dalam Bahasa Inggris yang bunyinya if something sounds too good to be true, it probably is. Maknanya, meminta kita waspada kalau ada sesuatu yang nampaknya sangat menggiurkan sehingga sulit dipercaya karena kemungkinan besar kita akan teperdaya atau menjadi mangsa penipu. Jadi, dari sejak kanak-kanak kita sudah harus dibiasakan menilai segala sesuatunya dengan kritis dan tidak menelan begitu saja iming-iming di depan mata.