Belajar dari Kasus Nakes Eksis

PRINDONESIA.CO | Rabu, 08/06/2022 | 1.646
Anjari Umarjianto, Ketua Umum Perhumasri: “Berpikirlah sebelum mengunggah. Saring sebelum sharing."
Dok.Istimewa

Seminggu terakhir, jagat TikTok dibuat gaduh oleh aksi oknum dua tenaga kesehatan (nakes). Keduanya mengunggah konten yang dianggap melanggar hak privasi atau hak medis pasien. Reputasi rumah sakit seketika terancam. Apa pelajaran yang bisa dipetik? 

JAKARTA, PRINDONESIA.CO - “Membutuhkan waktu 20 tahun untuk membangun sebuah reputasi dan lima menit untuk menghancurkannya.” Itulah nasihat bijak Warren Buffet, investor sekaligus filantropi asal Amerika Serikat, yang begitu melekat di kalangan public relations (PR).

Nasihat itulah yang menjadi pembuka sesi Perhumasri Class bertajuk “Ingin Eksis Malah Krisis, Bagaimana Konten Rumah Sakit Tidak Bermasalah secara Etika dan Hukum”, Selasa (7/6/2022). “Jika Anda memikirkannya, maka Anda akan melakukan sesuatu dengan cara yang berbeda,” ujar Anjari Umarjianto, Ketua Umum Perhimpunan Humas Rumah Sakit Indonesia (Perhumasri).

Pernyataan Buffet ini sangat relevan dengan situasi yang sedang mengguncang industri rumah sakit saat ini. Banyak krisis yang mencuat yang justru datang dari kalangan internal rumah sakit. Krisis ini sudah pasti berpotensi menciderai, bahkan tak hanya instansi, tapi juga profesi tenaga kesehatan (nakes).

Salah satunya, peristiwa pada Jumat, 3 Juni 2022. Warga TikTok dibuat heboh oleh adanya unggahan konten yang dinilai tidak pantas yang pemilik akunnya ternyata berprofesi sebagai nakes. Berselang dua hari setelah kejadian itu, kasus serupa mencuat. Lagi-lagi kontennya diunggah oleh pemilik akun yang ternyata seorang nakes.

Klarifikasi dan Maaf

Kejadian yang menjadi viral ini tak ayal membuat praktisi PR dari masing-masing rumah sakit dibuat sibuk. Mereka segera melakukan klarifikasi dan permohonan maaf karena telah menimbulkan ketidaknyamanan. “Meskipun konten tersebut merupakan bentuk ekspresi diri dari sang pemilik akun, tapi bagaimana pun juga nakes itu representasi RS,” kata Anjari. Untuk itu, ia melanjutkan, “Berpikirlah sebelum mengunggah. Saring sebelum sharing,” ujar Kabag Hukum, Organisasi dan Hubungan Masyarakat RS Kanker Dharmais tersebut.

Sebagai PR, Anjari menilai langkah yang dilakukan oleh kedua RS tadi sudah berada di jalur yang benar. Antara lain, memberikan klarifikasi serta permohonan maaf melalui akun resmi RS. Bahkan, Direktur RS turun tangan untuk memberikan pernyataan publik melalui media arus utama. “Ketika isu menjadi sangat sensitif dan berdampak pada reputasi, tidak ada alasan lain selain melakukan dua hal tadi. Apabila dibiarkan berlarut-larut berpotensi menimbulkan masalah yang lebih besar,” katanya. (ais)