Generasi muda dikenal penuh energi dan kreatif. Namun, mereka harus diarahkan agar tetap sesuai konteks.
JAKARTA, PRINDONESIA.CO - Memiliki tim public relations (PR) yang umumnya berusia di bawah 30 tahun memberikan warna dan napas baru bagi divisi yang dipimpin oleh Adita Irawati, VP Corporate Communication PT Telekomunikasi Seluler (Telkomsel). Perempuan berhijab itu berkesimpulan, mereka merupakan generasi yang kreatif dan penuh semangat. Namun, pemahaman mereka tentang PR kadang masih terbatas pada yang tertulis di buku atau masih dipengaruhi oleh kesan PR yang serba indah dan glamor.
Padahal PR adalah dunia dinamis yang tidak hanya butuh pemahaman konten, tapi juga konteks secara keseluruhan. “Sejatinya dunia PR itu jauh lebih berat dari itu. Dibutuhkan pemahaman luar biasa terhadap PR itu sendiri dan ketangguhan fisik dan mental dari para pelakunya,” katanya kepada PR INDONESIA di Jakarta, Jumat (14/10/2017).
Meski begitu, perempuan yang sudah 17 tahun malang melintang di dunia komunikasi industri telko ini menilai, bekerja dengan anak muda selalu menarik. Para PR millennial biasanya mempunyai ide-ide out of the box. Namun, dalam menyalurkan energi dan kreativitasnya harus diberi arahan agar tetap sesuai konteks. Saat eksekusi, misalnya, tak jarang mereka lupa ada koridor berupa etika kepiaran dan tatanan-tatanan lain yang berlaku di organisasi atau perusahaan yang harus diikuti. “Eksekusi harus tetap inside the box. Inilah yang harus dibangun terus dari PR muda,” ujar Insan PR INDONESIA 2017 itu.
Adalah tugas praktisi PR seniorlah yang harus bisa menjadi mentor sekaligus coach tentang kehidupan PR yang sesungguhnya bagi para PR millenials. Sebab, kehidupan PR di tataran praktis itu sesungguhnya penuh tantangan dan ujian. Untuk mendorong upaya itu, Adita aktif melakukan sesi berbagi dengan para praktisi PR, khususnya mereka yang baru merintis karier. Melalui cara ini, ia berharap akan lahir semakin banyak praktisi PR matang, yang belajar dari pengalaman-pengalaman praktis yang mungkin tidak ditemui baik di textbook maupun jurnal-jurnal.
Langkah-langkah ini harus terus menerus dilakukan. Apalagi di era komunikasi menjadi tidak terbatas, tantangan PR ke depan dipastikan makin berat dan bervariasi. Sorotan publik kepada organisasi atau perusahaan makin tinggi dan potensi terjadinya krisis makin besar.
Tangguh
Pada saat itulah diperlukan sosok-sosok PR tangguh yang menguasai berbagai kompetensi. Mulai dari memahami konten, memiliki keterampilan berkomunikasi dan pendengar yang baik, rajin membina hubungan, mengetahui informasi terkini terhadap berbagai isu di media sosial, hingga pandai memanfaatkan teknologi. “Meski dunia serba digital, bukan berarti kita abai terhadap kemampuan komunikasi langsung yang lebih personal. Karena PR juga tentang hati yang tidak bisa tergantikan oleh teknologi,” ujarnya.
Dengan menguasai kompetensi itu, ia optimistis dunia PR akan semakin maju di tangan millennials. Apalagi era digital memberi banyak kemudahan bagi mereka untuk berkiprah di dunia PR. Banyaknya kanal komunikasi digital membuat PR dapat melakukan aktivitas komunikasinya menjadi lebih cepat, setiap saat dan real-time. “Peluang ini seharusnya bisa ditangkap sebaik-baiknya oleh mereka,” ujarnya.
Ia juga meyakini mereka mampu menjadi pelaku PR yang luar biasa dengan syarat mau menjalani profesi ini beserta dinamikanya secara sunguh-sungguh dan profesional. Ketangguhan seorang PR sesungguhnya baru akan teruji ketika mereka berada dalam kondisi sulit dan krisis. “Untuk sampai pada posisi itu memang membutuhkan jam terbang, tidak pernah berhenti belajar dan terus memupuk mentalitas agar menjadi PR yang tangguh dan bijak dalam mengambil keputusan,” kata Adita. rtn
- BERITA TERKAIT
- Komunikasi Publik di Persimpangan: Tantangan dan Peluang Pemerintahan Baru
- Mengelola Komunikasi Publik IKN dalam Masa Transisi
- Komunikasi Publik IKN: Membangun Sinergi Semua "Stakeholder"
- Komunikasi Publik IKN: Tampak Belum Kompak
- Komunikasi Publik IKN: Mengukur Dampak Sosial dan Ekonomi