Kode etik public relations (PR) pada dasarnya adalah apa yang secara moril dirasakan benar atau salah. Kelihatannya sederhana. Tapi di era sekarang menjadi hal yang pelik, tak jarang dilematis.
JAKARTA, PRINDONESIA.CO - Pedoman etis cara PR berperilaku yang terangkum dalam kode etik menjadi topik yang dibahas Ida Sudoyo, salah satu PR INDONESA Gurus yang pagi itu hadir menjadi pembicara di acara PR INDONESIA Outlook 2018 di Jakarta, Selasa (5/12/2017). Menurut founder Ida Sudoyo & Associate ini, apa yang benar dan salah dalam perilaku sosial biasanya disesuaikan dengan standar atau aturan kalangan profesi.
Ia mencatat ada lima faktor yang mengatur perilaku sosial. Antara lain, tradisi (kearifan lokal), tidak boleh meremehkan orang lain, pendapat umum yang dianggap baik menurut mayoritas, perilaku yang diizinkan atau tidak diizinkan menurut hukum, dan moralitas berkaitan dengan larangan spiritual atau keagamaan.
Ida melanjutkan, kode etik merupakan ketaatan naluriah bukan karena paksaan. Yang bersangkutan secara sadar memahami apabila melakukan hal yang melanggar akan memberikan dampak buruk terhadap profesinya.
Pelanggaran kode etik memang sulit dikenai sanksi, kecuali menyalahi hukum secara pidana. “Tapi pepatah mengatakan, menjalankan kode etik is a good business. Jangan kompromi soal salah dan benar,” katanya. Apalagi di PR, tanggung jawab mengenai apa yang benar dan salah menjadi tanggung jawab individu, bukan perusahaan atau bos.
Dilematis
Keberadaan kode etik menjadi penting karena acap kali PR berada di dalam kondisi dilematis. “Contoh, apakah kita mau atau harus bohong demi klien atau bos? Menyembunyikan data atau fakta mengenai suatu situasi yang berbahaya atau ilegal? memberi informasi yang jujur atau benar saat krisis?” tanya Ida. Meski tampaknya berat, kode etik tidak selalu hitam dan putih. “Bisa fleksibel asalkan kita memegang nilai-nilai profesionalisme: kejujuran dan integritas,” ujarnya.
Tipsnya, kata Ida, hindari pekerjaan yang tidak sesuai atau bertentangan dengan kode etik PR. Selalu bersikap terbuka, terutama kepada media. Beri fakta dan data yang akurat. Hormati dan pegang rahasia klien kecuali ada krisis yang tidak lagi menjadi rahasia. Pastikan urusan keuangan selalu transparan dan benar, hindari upaya-upaya pencitraan. “Sayangnya, pencitraan saat ini mengandung konotasi negatif. Padahal pencitraan adalah image yang bisa dikelola dengan baik menggunakan PR,” katanya.
Selain itu, minta maaf ketika terjadi kesalahan. “Timing minta maaf itu penting. Ada kalanya minta maaf ditunda,"ujarnya. Kalau sudah tahu perusahaan melakukan kesalahan segeralah meminta maaf. Beri tahu langkah-langkah yang dilakukan untuk memperbaiki kesalahan tersebut. rtn
- BERITA TERKAIT
- Komunikasi Publik di Persimpangan: Tantangan dan Peluang Pemerintahan Baru
- Mengelola Komunikasi Publik IKN dalam Masa Transisi
- Komunikasi Publik IKN: Membangun Sinergi Semua "Stakeholder"
- Komunikasi Publik IKN: Tampak Belum Kompak
- Komunikasi Publik IKN: Mengukur Dampak Sosial dan Ekonomi