Maria Wongsonagoro: "Urusan Hulu Lebih Penting"

PRINDONESIA.CO | Selasa, 30/01/2018 | 2.161
Perlu pemahaman yang lebih mendalam tentang “PR as a strategic management function” terutama di tingkat manajemen dan pemimpin perusahaan.
Bey/PR Indonesia

 

Salah satu kompetensi penting yang dibutuhkan setiap praktisi PR dalam mengarungi era disrupsi adalah kemampuan dalam berkomunikasi. Terutama mengelola komunikasi di sektor hulu.

JAKARTA, PRINDONESIA.CO - Memasuki tahun 2018, tantangan dunia PR diprediksi semakin berat. Indonesia akan menghadapi turbulensi ekonomi yang masih berlanjut, pesatnya perkembangan teknologi digital, gangguan perkembangan model bisnis yang telah eksis oleh perusahaan-perusaan startup, dan hadirnya tahun politik yang panas untuk dua tahun ke depan.

Menghadapi tantangan tersebut, menurut PR INDONESIA Gurus Maria Wongsonagoro saat didaulat menjadi salah satu pembicara PR INDONESIA Outlook 2018 di Jakarta, Selasa, (5/12/2017), kemampuan berkomunikasi menjadi semakin penting bagi perusahaan maupun bagi praktisi public relations (PR).

“Sayangnya untuk kalangan agensi sekarang ini mereka kekurangan praktisi komunikasi yang berkompeten. Karena itu jika Anda berada di industri PR, maka masa depannya akan bagus sekali, asalkan bisa terus meningkatkan kompetensi,” paparnya.

Mengapa hal tersebut terjadi? Menurut Maria mungkin dikarenakan masih adanya jarak (gap). “Banyak  lulusan ilmu komunikasi tetapi tidak bisa diterima agensi maupun perusahaan karena belum memenuhi syarat kompetensi sebagai PR yang bagus,” jelasnya.

 

Renstra Komunikasi

Maria lalu memaparkan beberapa kiat untuk menghadapi tantangan 2018. Pertama, perlunya pemahaman yang lebih mendalam tentang “Public Relations as a strategic management function” terutama di tingkat manajemen dan pemimpin perusahaan, BUMN, pemerintah lembaga maupun institusi.

Kedua, perlunya pengadopsian dan pelaksanaan sistem komunikasi, unit komunikasi, dan pengelola yang kuat di setiap perusahaan atau institusi. Untuk soal inilah, Maria menyesalkan kenyataaan bahwa PR kadang-kadang masih digabung bersama departemen HR, legal, bahkan bagian umum di banyak perusahaan.

Ketiga, pembuatan rencana strategi komunikasi untuk menunjang rencana strategi bisnis atau strategi lembaga. Maria meyakini bahwa semua lembaga dan perusahaan mempunyai rencana strategis lima tahunan. “Nah pertanyaannya, apakah itu sudah ditunjang dengan rencana strategis komunikasi? Itu adalah salah satu kekuatan yang bisa dimanfaatkan untuk membangun image, memenangkan persaingan, maupun menghadapi tantangan di tahun depan,” jelasnya mempertanyakan.

Keempat sistem issues management dan crisis management di setiap perusahaan atau lembaga. Ia lalu mengibaratkan PR  sebagai sungai. Sistem issues management dan crisis management itu di bagian hulu. Adapun bagian  hilir itu pelaksanaan program-program dan kegiatan. Tapi sayangnya, mayoritas praktisi PR masih berfokus mengurusi bagian hilir.

Ia memberikan contoh ketika menangani hoaks. “Hoax itu kuncinya ada di hulu, di manajemen isu. Karena itu kita harus memiliki sistem yang kuat untuk menangani segala macam permasalahan. Jadi sangatlah penting untuk fokus di hulu. Jadi fokus perhatian urusan PR jangan hanya di wilayah eksternal saja,” lanjutnya.

Kiat kelima, pembuatan pedoman komunikasi (communications policies & procedures manual) untuk semua jenjang di dalam perusahaan maupun lembaga. “Kalau praktisi PR disuruh untuk meningkatkan publisitas, meningkatkan awareness, tapi tidak diberi tahu pedomannya ya susah?” ujarnya menutup presentasi. (cak/asw)