“Big data help us to keep relevant,” begitu kata Artnandia Dharsa Priaji, Business Director IMOGEN PR di hadapan para peserta di acara The 19th PR INDONESIA Workshop Series bertema “Kampanye PR yang Efektif Menggunakan Big Data” di Bali, Selasa (8/5/2018).
BALI, PRINDONESIA.CO – Keberadaan big data sangat penting bagi pelaku public relations (PR). Terutama, saat mereka merancang kampanye agar dapat menjangkau audiens yang tepat. Terlebih bagi IMOGEN PR, perusahaan konsultan PR tempatnya bekerja. Big data menjadi salah satu perangkat yang diperlukan untuk membantu mereka membangun kampanye bisnis klien.
Menurut Artnandia, perkembangan big data yang semakin canggih akan membawa kita kepada suatu keadaan di mana seorang PR mampu memprediksi secara tepat dari konsumen sampai menentukan solusi dari suatu permasalahan tanpa adanya kesalahan. Hal ini dimungkinkan karena seluruh data yang diperlukan telah tersedia di dalam big data.
Big data juga akan sangat membantu PR dalam menentukan efektivitas brand (merek) perusahaan. Terutama, saat PR melakukan proses pencarian masalah dari suatu merek, membaca perkembangan image perusahaan di mata masyarakat, menentukan personifikasi merek yang tepat dan sesuai dengan keinginan konsumen, hingga mencari tahu respons masyarakat tentang merek dari perusahaan kompetitor. Dengan memanfaatkan big data, PR dapat menekan biaya survei, menghemat waktu, bahkan hasilnya lebih akurat dan up-to-date karena semua data diperbarui setiap detik.
Namun, ia menggarisbawahi, big data tidak akan menjadi apa-apa tanpa adanya strategic thinking dari PR. Big data harus diolah, dianalisa, dan dikreasikan. Dan, PR-lah yang memiliki kemampuan, bisa melakukan dan tahu cara memanfaatkan big data sehingga bernilai bagi perusahaan. “Bila kita memahami cara mengolah big data, berarti kita telah menguasai keinginan konsumen,” ujarnya.
Olah Data
Lantas, seperti apa itu big data? Big data adalah gabungan berbagai data yang terdiri dari aktivitas, percakapan, kalimat, suara, aktivitas media sosial, browser logs, foto, video, sensor, gerak, dan banyak lagi.
Untuk menggabungkan semua media seperti website, blog, media sosial dan media berita, PR dapat menggunakan text analytics dan sentiment analysis. Program ini bekerja dengan cara menggabungkan dan menjadikan semua data tadi ke dalam sebuah data grafik. “Hasil dari analisis tersebut akan memberikan gambaran respons masyarakat terhadap suatu brand sebuah perusahaan,” ujarnya seraya menyebut brand24.com sebagai salah satu tools yang bisa digunakan untuk melihat respons masyarakat terhadap suatu brand atau kata di dalam big data.
Ada empat indikator yang perlu menjadi perhatian PR saat melakukan text analytics dan sentiment analysis. Antara lain, number of mention, social media reach, number of positives sentiment dan number of negatives sentiment. Keempat indikator inilah yang akan menjadi dasar bagi PR dalam menentukan strategi, inisiatif, dan implementasi komunikasi bisnis.
Adapun tahapan dalam mengolah big data biasanya dimulai dari permasalahan yang sedang dihadapi, mencari tahu personifikasi yang cocok untuk mewakili merek, hingga pengalaman konsumen saat menggunakan suatu merek. “Setelah semua itu diketahui, baru kita bisa menyusun strategi,” katanya.
Bagi Artnandia, penting bagi PR mengetahui personifikasi merek karena selera masyarakat selalu berubah. Contoh, 30 tahun yang lalu, personifikasi yang dianggap keren menurut publik adalah Mas Boy dalam film Catatan si Boy. Tahun 2000-an bergeser kepada sosok Rangga dan Cinta, karakter dalam film Ada Apa dengan Cinta. Sekarang, bergeser pada Dilan dalam Dilan 1990. “Dari data, kita jadi relevan dan mampu menjangkau audiens yang tepat,” pungkasnya. (gus/rtn)
- BERITA TERKAIT
- Komunikasi Publik di Persimpangan: Tantangan dan Peluang Pemerintahan Baru
- Mengelola Komunikasi Publik IKN dalam Masa Transisi
- Komunikasi Publik IKN: Membangun Sinergi Semua "Stakeholder"
- Komunikasi Publik IKN: Tampak Belum Kompak
- Komunikasi Publik IKN: Mengukur Dampak Sosial dan Ekonomi