Jadi Protokol yang Beretika

PRINDONESIA.CO | Rabu, 14/11/2018 | 1.964
Inti dari protokol adalah meminta pimpinan untuk melakukan sesuatu dengan senang hati, tanpa merasa dipaksa
Dok. PR INDONESIA/freandy

Peran protokol yang umumnya bagian dari fungsi PR seringkali dipandang sebelah mata dan identik dengan seremonial belaka. Padahal ada kriteria khusus yang harus dimiliki untuk menjadi protokoler yang beretika. Apa saja?

SEMARANG, PRINDONESIA.CO – Itulah pernyataan Robby J. Prihana, Protokol dan MC Utama Istana Wakil Presiden RI, saat mengisi materi Kelas Keprotokolan: “Effective PR Event Management” berlangsung di Semarang, Kamis (8/11/2018). Workshop yang merupakan rangkaian dari acara Jambore PR INDONESIA (JAMPIRO) #4.

Mengangkat tema “Penyesuaian Tata Krama Keprotokolan Baru di Indonesia”, Robby tak memungkiri profesi protokol sering dipandang sebagai pekerjaan yang terkesan kaku, rumit, dan kerap disamakan dengan master ceremony (MC). Padahal pekerjaan ini bermanfaat bagi pimpinan dan instansi/perusahaanya masing-masing.

“Inti dari protokol adalah meminta pimpinan untuk melakukan sesuatu dengan senang hati, tanpa merasa dipaksa. Tentunya, dengan memperhatikan norma serta etika yang berlaku,” katanya.

Etika

Menurut Robby, ada empat kriteria khusus untuk menjadi seorang protokoler yang beretika dan dihargai oleh orang lain. Pertama, rasa percaya diri yang tinggi. Karena saat bertugas, protokol tidak hanya berhadapan dengan diri sendiri, melainkan dengan banyak orang, bahkan pimpinan. “Protokol yang mendampingi pimpinan, jangan sampai gelagapan ketika ditanya pimpinan,” ujarnya.

Kedua, mampu mengendalikan emosi. Sebab, emosi erat kaitannya dengan perasaan. Artinya, tingkat kesabaran protokoler dalam menghadapi pimpinan pun tak kalah penting. Contoh, ketika ada seorang pejabat yang memiliki suatu permintaan namun tak dapat dipenuhi. Robby memberi saran kepada peserta workshop untuk menolaknya secara halus, tidak terkesan frontal. “Kita harus tetap aware. Minimal pimpinan sudah melihat usaha kita untuk membantu, bukan untuk melawan, apalagi menjadi penghambat,” jelasnya.

Ketiga, peka terhadap bahasa tubuh. Karena, selain dapat menjadi aspek penilaian orang lain terhadap diri kita, bahasa tubuh yang baik dapat meyakinkan orang bahwa kita mudah untuk diajak berkoordinasi.

Terakhir, dan tak kalah penting,  meninggalkan kesan pertama yang baik. “Kita bisa memanfaatkan first impression yang baik agar pimpinan kita mendapatkan tempat yang sesuai,” katanya.

Adapun prinsip dasar protokoler yang harus ditaati adalah selalu menjaga keramahan dan kesopanan, mampu memanfaatkan kesempatan untuk bersalaman, memperhatikan tata cara berjabat tangan, serta cara mengantar tamu yang baik. (umi)