Strategi Klarifikasi untuk Edukasi Publik

PRINDONESIA.CO | Kamis, 21/02/2019 | 1.550
Humas pemerintah wajib memberikan klarifikasi dan edukasi
Hendra/PR Indonesia

Jelang kampanye pemilu, kinerja pemerintah kerap menjadi sorotan yang “gampang digoreng” oleh para kandidat atau tim sukses masing-masing paslon. Bagaimana seharusnya humas pemerintah bersikap?

JAKARTA, PRINDONESIA.CO - Seperti yang dialami Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Akhir tahun lalu, isu utang luar negeri tiba-tiba mengangkasa. Masyarakat awam yang awalnya tidak tahu menahu, tidak peduli, apalagi paham, jadi bertanya-tanya. “Ada apa?” Jika sudah begini, humas pemerintah yang bersangkutan wajib memberikan klarifikasi dan edukasi.


Menurut Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kemenkeu Nufransa Wira Sakti yang ditemui di kantornya di Jakarta, Senin (14/1/2019), langkah tersebut bukanlah tindakan reaktif. Sebaliknya, reaksi tersebut dipilih setelah melalui tahap monitoring dan pengukuran seberapa besar isu tersebut berdampak pada masyarakat dan memengaruhi kepercayaan dan reputasi instansi.

Klarifikasi dan edukasi dilakukan bukan untuk menunjukkan pro kepada salah satu kandidat yang kebetulan merupakan capres petahana, bukan juga bertujuan menyudutkan kandidat tertentu, dan bukan ajang untuk saling menyalahkan. Maka dari itu, informasi yang disajikan pun harus berdasarkan data dan fakta valid yang kemudian dikemas menarik dan mudah dipahami. Bahkan, tak menutup kemungkinan membuat isu baru yang bernuansa positif. “Sebab bagi kami, siapa pun presiden atau menterinya, kami adalah tetap pegawai Kemenkeu,” ujar pria yang karib disapa Frans itu.


Peraih trofi Gold dalam ajang INSAN PR INDONESIA 2018 ini tak memungkiri, pesta demokrasi kali ini memang terasa berbeda. Penyebabnya, perkembangan teknologi membuat berita bernada provokatif dan hoaks yang menyerang pemerintah dapat dengan mudah menyebar. Perlu strategi khusus untuk menghadapinya. Salah satunya, meningkatkan koordinasi antarkementerian, lembaga, bahkan dengan unit eselon satu lainnya demi terciptanya keselarasan narasi. Koordinasi ini biasanya membutuhkan waktu yang panjang. (rvh)

 

Selengkapnya baca PR INDONESIA versi cetak dan SCOOP edisi 47/ Februari 2018Hubungi Sekhudin: 0811-939-027, [email protected]