Jelang Pilpres, Inilah Sikap yang Harus Dikembangkan GPR

PRINDONESIA.CO | Rabu, 27/03/2019 | 3.695
Tiga sikap positif yang perlu dikembangkan oleh GPR: antisipatif, responsif, demokratis,
Dok. Pribadi

Makin berkembangnya hoaks jelang Pemilu memunculkan dilema pascakebenaran. Apa itu dan bagaimana sebaiknya PR harus bereaksi?

JAKARTA, PRINDONESIA.CO - Menurut analis politik dan exposit strategic, Arif Susanto lewat pernyataan tertulisnya kepada PR Indonesia, Selasa (15/1/2019), kondisi ini menuntut government public relations (GPR) tetap percaya diri. Penyebarluasan hoaks secara masif bukan hanya berpeluang menurunkan kepercayaan publik terhadap pemerintah, tapi juga menimbulkan dampak konfliktual yang berakibat pada terjadinya polarisasi sosial. Dalam situasi ini, Arif mengimbau agar GPR tidak bersikap reaksioner. Sebaliknya, responsif.

Sedikitnya ada tiga sikap positif yang perlu dikembangkan oleh GPR. Pertama, antisipatif. Humas pemerintah harus menyiapkan skenario ketika berhadapan dengan perubahan suatu kondisi. Istilahnya, prepare for the best, ready for the worst. Kedua, responsif. Dinamika sosial yang berubah begitu cepat membuat GPR perlu menyeimbangkan irama agar tidak tertinggal. Salah satunya dengan bersikap responsif. Ketiga, demokratis. Tugas PR adalah mengupayakan terciptanya mutual understanding. Sikap demokratis membantu PR untuk membaca kepentingan publik sekaligus menghindari tindakan-tindakan represif yang mengganggu stabilitas dan berpotensi menimbulkan konflik. “Kombinasi antara ketiga sikap tadi dapat membantu PR, khususnya humas pemerintah, untuk beradaptasi menghadapi tantangan baru dan meningkatkan kontribusinya di tahun politik,” kata Arif.


Apalagi di tahun politik, upaya GPR memenangi kepercayaan publik menjadi tugas yang menantang. Di tengah isu, hoaks, berita palsu yang kian memanas dan berpotensi menurunkan kepercayaan publik jelang pemilu, GPR memiliki tugas lain yang tak kalah penting. Yakni, problem solver, selain sebagai fasilitator komunikasi. Dengan tugas ganda itu, GPR harus mampu mengembangkan argumentasi-argumentasi yang menggugah rasionalitas masyarakat. “Rasionalitas itulah yang kita butuhkan untuk dapat mencerna informasi dan memilah kebenaran dari kebohongan,” imbuhnya. (rvh)

 

Selengkapnya baca PR INDONESIA versi cetak dan SCOOP edisi 47/ Februari 2019Hubungi Sekhudin: 0811-939-027, [email protected]