Kehangatan “Moslem Friendly” di Tanah Lombok

PRINDONESIA.CO | Selasa, 08/10/2019 | 5.242
Berstrategi membangun brand daerah dengan lima tahapan dan dilakukan secara konsisten.
Dok. Humas Lombok Utara

Keindahan alam, keanekaragaman hayati, flora dan fauna, seni budaya, serta adat istiadat yang dimiliki Lombok Utara tak pernah ada habisnya. Kabupaten yang dikenal dengan pantai Gili Trawangan hingga Gunung Rinjani itu mantap menjadi Pulau Wisata.

JAKARTA, PRINDONESIA.CO - Posisi sebagai Pulau Wisata ini sudah dipertegas sejak 2016. Ketika itu, Pemerintah Kabupaten Lombok Utara telah mencanangkan Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat (NTB) menuju desitinasi wisata dunia. Lombok juga sedang fokus mengembangkan destinasi wisata berkonsep halal tourism. Kesungguhan itu bahkan sudah diakui dunia. Tahun 2015, World Halal Travel Awards mengapresiasi Lombok sebagai World’s Best Halal Tourism Destination. 

Menurut Kepala Bagian Humas dan Protokol Pemerintah Kabupaten Lombok Utara (KLU) Mujaddid Muhas melalui jawaban tertulis kepada PR INDONESIA, Selasa (13/8/2019), kebijakan tersebut bukan sekadar mengikuti tren wisata syariah yang saat ini sedang tinggi peminat. Tapi, melalui kajian mendalam. “Sebelum menentukan positioning, kami terlebih dulu menyelenggarakan focus group discussion (FGD), seminar serta beberapa tahapan lain. Tujuannya, guna menggodok potensi terbaik yang dimiliki daerah kami,” ujarnya. 

Salah satu potensinya, mayoritas penduduk Lombok beragama Islam. Wilayah ini bahkan identik dengan julukan Pulau Seribu Masjid. Mereka lantas gegencamengampanyekan jargon “Moslem Friendly”. “Halal Tourism bukan berarti membatasi wisatawan yang masuk ke Lombok. Tapi, memberikan alternatif pilihan, khususnya kepada wisatawan Muslim agar dapat berwisata dengan nyaman sesuai keyakinannya,” ujar Mujaddid. 

Bertahap

Dalam menentukan dan mem-branding daerahnya, Mujaddid bersama tim menjalankan lima tahapan. Pertama, menentukan nilai merek inti kota dengan terlebih dahulu menjabarkan nilai-nilai potensial yang dimiliki daerah dan melibatkan stakeholders internal. Langkah kedua, menentukan pesan merek inti kota. “Caranya, melibatkan pihak eksternal untuk melihat kesenjangan antara persepsi kota dengan realitas dari kota itu sendiri,” ujarnya.

Ketiga, menentukan kepribadian kota dengan cara menjabarkan kepribadian potensial serta kepribadian inti dari KLU. Contoh, kepribadian potensial meliputi percaya diri, pekerja keras, idealis dan dinamis. Sedangkan kepribadian inti terkait hangat, kreatif, dan rendah hati. 

Keempat, menentukan ikon merek kota, dilakukan dengan dua pendekatan sekaligus. Yakni, formal (estetik) untuk bentuk luar ikon dan semiotik yang fokus pada isi (konten). Dan terakhir, membuat perancangan peta jalan merek (brand roadmap). Tujuannya, sebagai panduan bagi stakeholders agar konsisten dengan konsep city branding yang telah ditentukan. 

Seluruh tahapan ini akan sukses apabila didukung dengan strategi komunikasi yang juga mumpuni. Salah satunya, sebagai corong pemerintah daerah, humas tak sembarangan menyasar target audiens. Baik itu dari kalangan para pejabat pusat, duta besar, investor, wisatawan (domestik dan mancanegara), hingga para pelajar. Sebab, sukses atau tidaknya memilih target audens akan memberikan multiplier effect. “Setelah kegiatan sosialisasi/publikasi berakhir, mereka inilah yang akan menjadi perpanjangan tangan humas di daerah maupun negaranya masing-masing,” katanya. (ais)