Harmoni Komunikasi: Perlu Dibentuk Tim Komunikasi Nasional

PRINDONESIA.CO | Kamis, 24/10/2019 | 5.053
PR INDONESIA Guru ini memandang penting keberadaan Tim Komunikasi Nasional yang nantinya akan menjalankan sistem dan prosedur manajemen isu.
Dok. PR INDONESIA/ Aisyah

Jika bangsa Indonesia diibaratkan sebuah perusahaan besar yang terdiri dari berbagai macam latar belakang stakeholders, maka manajemen isu menjadi sebuah fungsi komunikasi proaktif yang mutlak harus dilaksanakan.

JAKARTA, PRINDONESIA.CO - Begitulah penuturan President Director IPM PR Maria Wongsonagoro secara tertulis kepada PR INDONESIA, Rabu (18/9/2019). Ya, sebagai bangsa dengan beragam kekayaan alam serta budaya, Indonesia menjadi negara yang rentan isu disharmoni sosial yang dapat menimbulkan benturan persepsi antarkelompok masyarakat.

Untuk itu, PR INDONESIA Guru ini memandang penting keberadaan Tim Komunikasi Nasional. Atau, biasa kita disebut sebagai Badan Komunikasi Strategi Nasional. Lembaga inilah yang nantinya akan menjalankan sistem dan prosedur manajemen isu. Mulai dari meletakkan suatu early warning  system atau sistem peringatan dini yang mencakup seluruh pelosok tanah air, menganalisis isu disharmoni yang tengah berkembang, memetakan stakeholders terkait, memahami persepsi masingmasing kelompok. Hingga, menghasilkan sebuah strategi komunikasi berskala nasional. “Pertanyaannya adalah, siapa tim komunikasi yang melaksanakan sistem dan prosedur manajemen isu di negara kita saat ini?” ujarnya seraya bertanya.

Sama halnya dengan praktik public relations (PR), manajemen isu pada skala nasional juga terdiri dari bagian hulu dan hilir. Untuk bagian hulu mencakup tujuan yang ingin dicapai, yakni kebersamaan dalam keberagaman, analisis situasi melalui riset mendalam, pengumpulan data, hingga analisa SWOT. Tidak berhenti sampai di situ, pemetaan kelompok stakeholders menjadi tugas terberat karena mencakup seluruh populasi masyarakat Indonesia.

Tak kalah penting, memahami persepsi dari berbagai kelompok stakeholders. “Karena tanpa langkah ini, mustahil bagi kita dapat mengubah persepsi yang salah menjadi benar,” ujarnya. Terakhir, tetapkan strategi komunikasi berskala nasional sebagai payung, dan strategi komunikasi khusus bagi tiap-tiap kelompok masyarakat.

 

Literasi Publik

Sementara bagian hilir merupakan action plan yang mencakup penyusunan program komunikasi, menetapkan timeline, hingga membuat agenda-setting yang melibatkan kelompok stakeholders terkait. Dengan catatan, tetap mengacu pada visi dan misi negeri ini. “Jangan mengusulkan kampanye, program, atau kegiatan komunikasi tanpa melakukan pekerjaan di hulu,” tegasnya.

Tim ini, lanjut Maria, alangkah baiknya jika diisi oleh para ahli dari berbagai bidang seperti ekonomi, sosial, budaya, dan politik—dan diperkuat dengan keberadaan tim inti yang terdiri dari para praktisi komunikasi senior sebagai communications lead. Dia bertanggung jawab mengurai potensi munculnya ego sektoral antarinstansi pemerintah.

Maria tak memungkiri, upaya meliterasi publik tentang harmoni sosial ini terkandung dalam sebagian besar program komunikasi perusahaan/organisasi. Tujuannya, untuk menciptakan hubungan serasi antara perusahaan dengan stakeholders. Namun, dalam hal meliterasi publik tentang harmoni sosial, belum dijalankan secara maksimal. Untuk itu, ia menilai keberadaan Badan Komunikasi Strategi Nasional bisa menjadi penggerak seluruh elemen negara. “Ibarat sebuah orkestra, harus ada dirigennya,” katanya.

Jika communications lead sudah menjalankan fungsi manajemen isu di bagian hulu dengan baik, maka seluruh program komunikasi turunannya bisa bergerak berlandaskan pada pesan kunci untuk menghimpun kebersamaan dalam keberagaman. (ais)