Saatnya Optimalisasi Teknologi Data Digital: Lebih Presisi Merebut Atensi Audiens

PRINDONESIA.CO | Selasa, 17/03/2020 | 1.650
Sejak ruang media tak lagi terbatas, tantangan PR adalah memenangkan atensi dari target audiens
Dok. Pribadi

Pemanfaatan big data dapat membantu praktisi PR menyasar target audiens secara presisi. Serta, membantu mereka dalam menentukan strategi kampanye berikutnya.

JAKARTA, PRINDONESIA.CO - Dulu, tantangan praktisi public relaations (PR) adalah memenangkan pemberitaan di media dengan ruang terbatas. Berbeda dengan sekarang. Sejak ruang media tak lagi terbatas, tantangan PR adalah memenangkan atensi dari target audiens. Oleh karena itu, penting bagi PR untuk mengenal audiensnya.

Seperti yang disampaikan oleh GM VCBL Kompas Gramedia Moch. Ainur Rifki saat ditemui PR INDONESIA di Jakarta, Kamis (20/2/2020). Big data dapat membawa manfaat bagi praktisi PR untuk lebih mengenal audiens. Data yang dimaksud dapat berupa data pageview dan demografi yang terdiri dari umur, jenis kelamin, maupun kota.

Praktisi PR dapat memperoleh data-data ini dari media. Ia memberi contoh, “Setelah berita tayang, kita bisa bertanya kepada mereka berapa pageviews-nya dan bagaimana demografinya,” ujar Rifki. “Kita juga dapat melihat dari Google Analytics mereka secara spesifik,” tambahnya. Jelas, untuk mendapat perlakuan seperti ini, diperlukan kedekatan antara PR dengan media.

Nah, jika pageview adalah cara mengukur efektivitas secara kuantitas, maka ada cara lain untuk mengukur dari segi kualitas. “Bisa juga secara detail, misalnya, dengan mengetahui berapa lama orang membaca suatu artikel atau berapa persen dari keseluruhan artikel yang dibaca,” ujarnya. Yang terpenting dalam pengukuran ini adalah penetapan variabel yang memberi dampak pada kampanye tersebut.

Di Kompas Gramedia, aset digitalnya terkoneksi dalam satu platform. Dengan begitu mereka dapat dengan mudah mengetahui ketertarikan (interest) dari setiap pengguna (user). “Misalnya, user tersebut suka membaca tentang SUV di Kompas.com, Tribunnews, Kontan, dan Grid. Maka, kampanye untuk brand mobil SUV bisa kita sajikan untuk user tadi,” ujarnya.

Mengetahui fakta-fakta tadi, jelas praktisi PR saat ini tak cukup hanya mampu menyampaikan pesan dengan cara biasa. Lebih dari itu, mereka harus mampu membaca data dan menentukan matriks yang memberi dampak bagi kampanye PR mereka.

Langkah-langkah yang lumrah dilakukan oleh perusahaan rintisan seperti build, measure dan learn bisa juga dipraktikkan oleh PR. “Setelah membangun kampanye, ukur hasilnya, kemudian evaluasi. Kalau ternyata kurang berhasil, kita pelajari dan koreksi,” ujarnya.

Selektif dan Adaptif

Di tengah maraknya media digital, Rifki juga berpesan agar PR lebih selektif dalam memilih media. Pastikan media yang dipilih sesuai dengan tujuan kampanye. Contoh, dengan melihat data demografi, praktisi PR dapat menentukan mana saja media yang relevan digunakan. “Apakah cukup hanya menggunakan saluran media, atau perlu bekerja sama dengan influencer,” ujarnya seraya menambahkan untuk melakukan riset demografis audiens suatu media, praktisi PR bisa mengunjungi situs similarweb.com.

Tren media sosial yang kerap berubah juga menjadi tantangan tersendiri bagi praktisi PR untuk selalu adaptif. “Fenomena TikTok, salah satunya. Praktisi PR bisa melihatnya sebagai peluang untuk membuat kampanye yang viral,” katanya.

Terakhir, ia berpesan, saat melakukan kampanye digital, hendaknya PR terlebih dulu melakukan pembenahan dari sisi branding dan aset digital. Sehingga, ketika kampanye digital berjalan, audiens yang disasar bisa langsung merasakan dampaknya. (rvh)