Berempati itu semestinya mudah. Namun, dalam praktiknya tidak demikian, bahkan di masa sulit seperti pandemi COVID-19 yang masih menyelimuti seluruh penjuru negeri bahkan dunia, berempati butuh ditumbuhkan. Setiap saat, tiada henti. Terlalu banyak kasus untuk dideret soal pemimpin, tokoh publik, selebritas, pebisnis, hingga pemimpin kelompok, yang sempat kehilangan empati, justru kala tengah sangat dibutuhkan. Akibatnya? Reputasi menjadi terkoreksi, atau bahkan rusak, merugi, hingga tersangkut urusan hukum.
JAKARTA, PRINDONESIA.CO - Bagi para pemimpin, berempati sejatinya mengandung begitu banyak manfaat. Bahkan, empati adalah ketrampilan kepemimpinan yang paling penting untuk diketahui dan diterapkan seorang pemimpin, begitu kata sebuah hasil riset. Dalam tulisannya di Forbes (19/9/2021), Tracy Brower menguraikan pentingnya mengelola empati, yang mengungguli faktor-faktor lain pembentuk kepemimpinan yang unggul seperti kinerja, engagement, dan kebahagiaan. Empati, justru mengontribusi pada hasil (kinerja) atau outcome positif bagi seseorang.
Sebuah studi baru terhadap 889 karyawan oleh Catalyst, menemukan bahwa empati memiliki beberapa efek konstruktif yang signifikan, sebagai berikut:
Inovasi. Enam puluh satu persen (61%) karyawan merasa lebih inovatif ketika sang pemimpin mereka berempati, berbanding dengan hanya 13% karyawan dengan pemimpin yang kurang berempati.
Keterikatan (Engagement). Tujuh puluh enam persen (76%) orang yang mendapatkan empati dari pemimpin mereka, melaporkan bahwa mereka lebih merasa terlibat dalam urusan-urusan pekerjaan dan sosial di kantor dibandingkan dengan hanya 32% yang mengalami kurang empati.
Inklusivitas. Lima puluh persen (50%) orang dengan pemimpin empati melaporkan bahwa tempat kerja mereka inklusif dibandingkan dengan hanya 17% dari mereka yang memiliki kepemimpinan kurang empati.
Kehidupan kerja. Ketika orang merasa pemimpin mereka lebih berempati, 86% di antaranya melaporkan mampu mengatasi tuntutan pekerjaan dan kehidupan mereka (kewajiban pribadi, keluarga, dan pekerjaan). Ini dibandingkan dengan 60% dari mereka yang pemimpinnya kurang berempati. Studi dari Qualtrics menunjukkan, tingkat kesehatan mental karyawan di organisasi yang memiliki pemimpin empatik, juga jauh lebih sehat dibanding di organisasi yang pemimpinnya kurang berempati.
Bawaan Lahir
Empati, tampaknya berasal dari masa kanak-kanak seseorang, bahkan bawaan ketika lahir. Sebuah riset oleh Universitas Lund terhadap anak-anak berusia dua tahun menunjukkan apresiasi bahwa orang lain memiliki perspektif yang berbeda dari mereka sendiri. Sementara penelitian di Universitas Virginia menemukan ketika orang melihat teman mereka mengalami ancaman, mereka mengalami aktivitas di bagian otak yang sama yang terpengaruh ketika mereka diancam secara pribadi. Hal ini menjadikan empati sebagai bagian penting dari kondisi manusiawi kita, di tempat kerja dan dalam kehidupan pribadi.
Kembali pada pemimpin yang empatik, mereka dapat menunjukkan empati dalam dua cara. Pertama, mempertimbangkan pikiran orang lain melalui empati kognitif dan juga dapat berfokus pada perasaan seseorang menggunakan empati emosional. Tetapi, empati para pemimpin akan paling berhasil, jika diikuti dengan mengungkapkan keprihatinan dan kemudian mendengarkan tanggapan karyawan.
Kepemimpinan yang hebat juga membutuhkan tindakan. Orang akan mempercayai pemimpin dan merasakan keterlibatan dan komitmen yang lebih besar ketika ada keselarasan antara apa yang dikatakan dan dilakukan pemimpin. Empati dalam tindakan adalah memahami perjuangan karyawan dan menawarkan bantuan. Ini menghargai sudut pandang seseorang dan terlibat dalam debat sehat yang membangun solusi yang lebih baik. Sekaligus mempertimbangkan perspektif anggota tim dan membuat rekomendasi baru yang membantu mencapai kesuksesan lebih besar.
Pendek kata, empati adalah kompetensi kepemimpinan untuk dikembangkan dan ditunjukkan sekarang dan di masa depan oleh setiap pemimpin. Di level apapun, tanpa terkecuali! (Asmono Wikan)
- BERITA TERKAIT
- Kesenjangan Antara Teori dan Praktik
- Pentingnya Sebuah Etika dalam Setiap Kehidupan
- Strategi dan Kreativitas Kampanye Pemilu
- Kekuasaan Tidak Pernah Abadi
- Membawa Pesan Komunikasi yang Jernih Jelang Pemilu 2024