Peta Jalan PR Membangun Reputasi “Brand”

PRINDONESIA.CO | Jumat, 29/07/2022 | 1.704
PR di era digital kini tidak lagi hanya bertindak sebagai komunikator, tetapi juga produser, penerbit, sekaligus influencer.
Dok.Istimewa

Brand kita adalah apa yang orang lain katakan di saat kita tidak berada di ruangan itu.” Demikian menurut Ketua Public Affairs Forum Indonesia Agung Laksamana mengutip pernyataan pendiri Amazon Jeff Bezos.

JAKARTA, PRINDONESIA.CO - Sudah menjadi tugas public relations (PR) membangun persepsi, menentukan positioning, serta membuat brand berbeda dengan yang lain. Untuk mencapai tujuan tersebut, menurut EVP Government Relations, External Affairs and Corporate Communications Freeport Indonesia Agung Laksamana, PR membutuhkan peta jalan (roadmap) yang jelas dan terarah. Yang pertama, mengetahui tujuan yang ingin dicapai. Baik itu tujuan pimpinan, tujuan bisnis, maupun tujuan dari program komunikasi. Kedua, mengenali stakeholder kunci secara spesifik dari regulator, influencer leader, key opinion leader (KOL), NGO, sampai asosiasi.

Ketiga, mengetahui positioning perusahaan. Misalnya, sebagai perusahaan yang bertanggung jawab, berkelanjutan, memberikan solusi kepada pelanggan, unggul di bidang pelayanan pelanggan, perusahaan inovatif, atau menjadi perusahaan yang memberikan kontribusi terhadap pencapaian SDGs. Keempat, memanfaatkan kanal paid, earned, shared, owned (PESO) media. “PR di era digital kini tidak lagi hanya bertindak sebagai komunikator, tetapi juga produser, penerbit, sekaligus influencer,” katanya saat mengisi sesi “Corporate Communications Talk: Synergy of Financial Industry with The Media”, pertengahan April lalu.

Influencer di sini maksudnya mampu membangun hubungan, engagement, serta komunikasi mengenai produk ataupun konten brand. Menariknya, lanjut Agung, nano influencer dengan kisaran seribu sampai 10 ribu pengikut (pengikutnya cenderung tidak terlalu banyak), justru mampu memberikan nilai pengembalian (return) yang jauh lebih besar ketimbang mikro, makro, bahkan mega influencer. Alasannya, saat ini audiens cenderung lebih percaya kepada orang yang memiliki kesamaan personalitas, permasalahan yang dihadapi, serta ramah.

 

Karyawan adalah Ambassador

Kelima, output yang diharapkan. Bentuknya bisa berupa memengaruhi audiens, kebijakan, engagement, mengedukasi pelanggan secara berkelanjutan, lisensi untuk beroperasi, operasi tanpa gangguan, memperoleh pendanaan, mendapatkan kepercayaan, perubahan persepsi, hingga reputasi.

Keenam, adaptif. Salah satunya, dengan melakukan evaluasi secara berkala untuk melihat lanskap bisnis secara keseluruhan, menyelaraskan antara tujuan program komunikasi dengan bisnis, mengetahui positioning perusahaan di antara kompetitor, hingga efektivitas penggunaan kanal-kanal media.

Ketujuh, mengenali karakteristik serta kebiasaan audiens. Sehingga, PR dapat terhubung dengan mereka baik secara on-line maupun off-line, serta mampu berbicara dengan bahasa yang sama. Kedelapan, mengetahui cara untuk menjangkau audiens. Kesembilan, karyawan adalah yang utama. “Segala sesuatunya harus selalu dimulai dari dalam,” ujar Agung. “Kadang kita lupa bahwa digital brand ambassador itu seharusnya karyawan,” imbuhnya.

Kesepuluh, membuat segala sesuatunya menjadi personal. Kesebelas, storynomic. Maksudnya, PR harus mampu menceritakan kisahnya berupa konten. “Karena setiap perusahaan adalah media. Kita semua memiliki kisah untuk diceritakan,” tutupnya. (ais)