Setiap bencana sejatinya merupakan pembelajaran berharga. Jika berkaca dari Tragedi Kanjuruhan, banyak aspek yang perlu menjadi perhatian bersama. Mulai dari persiapan matang, kolaborasi dari penyelenggara dan perangkat pertandingan, hingga mitigasi risiko dan krisis.
JAKARTA, PRINDONESIA.CO - Kerusuhan yang terjadi dalam pertandingan sepak bola memang bukan pertama terjadi di tanah air. Mulai dari kerusuhan antarpemain, suporter, termasuk antara aparat keamanan dengan suporter, seperti yang terjadi pada tragedi di Stadion Kanjuruhan pada 1 Oktober 2022.
Fanatisme dan rivalitas yang tinggi juga kerap berujung pada tindakan kekerasan. Hal tersebut diperparah dengan belum profesionalnya sistem persepakbolaan di negeri ini. Dalam beberapa kasus, masih tampak pemangku kepentingan yang mengabaikan berbagai aturan-aturan dan standar. Belum lagi, tindakan yang berlebihan dari aparat keamanan dalam mengendalikan massa. Ya, masih banyak pekerjaan rumah yang harus segera diurai dalam industri persepakbolaan ini.
Dalam Tragedi Kanjuruhan, berdasarkan pengamatan dosen Institut Komunikasi dan Bisnis LSPR Muhammad Hidayat yang dirangkum dari berbagai media, ada banyak bukti yang menunjukkan bahwa pihak penyelenggara tidak melakukan mitigasi risiko dan krisis dengan baik. Hal ini tampak dari tidak adanya upaya antisipatif dan preventif yang baik.
- BERITA TERKAIT
- Navigator Strategis di Tahun Politik
- Saatnya PR Unjuk Gigi di Masa Pemilu
- Pemilu dan Tren Isu yang Memengaruhi Strategi PR
- Top Isu yang Wajib Diwaspadai Humas Pemerintah Sepanjang 2024
- Pentingnya PR Membangun Narasi untuk Bumi yang Lebih Baik