Round Up: Tragedi Kanjuruhan

PRINDONESIA.CO | Senin, 02/01/2023
Sepakbola Indonesia butuh mitigasi dan komunikasi krisis
Dok. PSSI

Sudah seharusnya tragedi di Stadion Kanjuruhan, 1 Oktober 2022, menjadi titik balik pembenahan pertandingan sepak bola di tanah air. Ada banyak catatan dari peristiwa tersebut. Salah satunya, terkait luputnya mitigasi risiko dan manajemen krisis.

JAKARTA, PRINDONESIA.CO - Pertandingan sepak bola kembali memakan korban. Masih tergambar jelas dalam ingatan, peristiwa kelam selepas pertandingan Arema FC vs Persebaya Surabaya di Liga 1 pekan ke-11 di Stadion Kanjuruhan, Malang, 1 Oktober 2022. Suasana mendadak mencekam ketika aparat kepolisian menembakkan gas air mata ke arah tribun penonton usai pertandingan dengan alasan terdesak untuk membubarkan massa yang masuk ke area lapangan.   

Keesokan harinya, Dinas Kesehatan Kota Malang dan Dinas Kesehatan Kabupaten Malang, 2 Oktober 2022, menyampaikan kepada khalayak jika insiden semalam telah menewaskan 131 korban tewas dan 583 korban luka-luka. Publik tercengang.

Peristiwa ini sekaligus mencatatkan nama Indonesia ke dalam tragedi paling mematikan kedua dalam sejarah pertandingan sepak bola di dunia, setelah tragedi yang menyebabkan 328 suporter melayang di Lima, Peru, pada tahun 1964. Sejumlah media asing menilai Indonesia tidak belajar dari pengalaman. Apalagi kekerasan dan kerusuhan di pertandingan sepak bola merupakan bahaya laten di negeri ini.