Digitalisasi menjadi salah satu tren menonjol di industri keuangan tahun ini. Tak hanya dari sisi operasional/bisnis dengan menghadirkan produk digital, dari sisi komunikasi digitalisasi juga kian mendominasi.
JAKARTA, PRINDONESIA.CO - Menurut Corporate Secretary PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Ryan Kiryanto, digitalisasi menjadi tren di industri keuangan karena populasi masyarakat yang menggunakan gawai atau telepon pintar kian meningkat.
“Suka tidak suka, karena secara demografis 55 - 60 persen populasi kategori gen Y yang heavy dengan gadget, maka kita akan digitalisasi,” ujar Ryan kepada Majalah PR INDONESIA di kantornya, Jakarta, Senin (6/3/2017).
Untuk memperkuat tranformasi digital tersebut, BNI telah meluncurkan program Digination di Malang, Jawa Timur, Rabu (22/2/2017). Digination akan membantu mempercepat literasi transaksi keuangan secara digital bagi masyarakat, sehingga ke depan semua transaksi BNI dapat dilakukan dengan gawai.
Selain itu, seiring makin menjamurnya perusahaan rintisan (start-up) financial technology (fintech), BNI juga akan meningkatkan kolaborasi dengan fintech. Bagi BNI, fintech bukanlah pesaing atau ancaman, melainkan mitra untuk menjangkau masyarakat yang belum terlayani perbankan. “Makanya, nanti BNI akan kolaborasi. Kita pinjamkan uang, dia (fintech) pinjamkan lagi ke masyarakat,” tambahnya.
Masih terkait tren digitalisasi, dari sisi komunikasi BNI akan makin banyak menggunakan kanal atau media digital/on-line untuk mengomunikasikan kinerja finansial maupun corporate social responsibility (CSR). “Sekarang kami komunikasi intensif dengan cara on-line, karena orang mengonsumsi informasi dari media on-line di gawainya,” katanya.
Tak hanya itu, Ryan menambahkan, format pesannya juga menyesuaikan dengan minat baca masyarakat yang menghendaki tulisan pendek dan padat. Karena itu, kini BNI banyak menggunakan infografis. “Saya sering dikomplain teman-teman media kalau mengirim press release terlalu panjang,” ujar pria yang akrab dengan para jurnalis sejak 1995 itu.
Selain BNI, hampir semua perbankan kini juga tengah melakukan digitalisasi berbagai produk maupun strategi komunikasinya. Demikian juga sektor keuangan lain seperti sekuritas, asuransi, hingga pembiayaan. Kepala Bagian Komunikasi Korporat PT Asuransi Jiwasraya (Persero) Wiwik Prihatini mengatakan, digitalisasi dilakukan untuk memudahkan sistem pembayaran bekerjasama dengan perbankan atau penyedia kartu kredit. Agen-agen Jiwasraya juga kini dibekali aplikasi yang dapat digunakan dari gawai.
“Trennya memang ke arah digital, termasuk digital marketing dan PR. Tapi, bukan berarti semuanya harus digital. Kita mesti lihat market kita yang mana yang cocok untuk digital dan mana yang harus tetap manual,” jelas Wiwik kepada PR INDONESIA di kantornya, Selasa (28/2/2017).
Sementara itu bagi perbankan di daerah, tren atau isu yang menjadi fokus pada 2017 adalah transformasi bank pembangunan daerah (BPD) menuju Grup BPD (holding) melalui kerja sama pengembangan produk, pengelolaan layanan, pengembangan pemasaran, pengelolaan jaringan, pengelolaan portofolio, dan penguatan likuiditas dan permodalan yang disinergikan oleh Strategic Group BPD.
“Dari sisi PR kami akan terus mengampanyekan transformasi BPD agar mendapatkan dukungan dari seluruh pemegang saham dalam bentuk penyertaan modal. Sehingga, harapan presiden agar bank daerah menjadi tuan rumah di daerahnya terutama dalam infrastruktur daerah dapat terwujud,” kata pls pls. Pemimpin Bidang PR Bank Sumut Erwinsyah, di Jakarta, Jumat (3/2/2017).
Dalam pengamatan CEO Edelman Indonesia Raymond Siva, secara umum tahun 2017 adalah eranya keterbukaan dan beralihnya pengaruh dari elit ke publik. Keduanya kini sudah berjalan dan tidak dapat diubah. Untuk mendapatkan kepercayaan dari publik, perusahaan mau tidak mau harus transparan dan mendengarkan aspirasi publik.
Seiring perubahan lanskap komunikasi, lanjut Raymond, cara PR berkomunikasi dengan audiens juga berubah dan makin menantang. Distribusi pesan atau press release, misalnya, kini tidak bisa lagi disamakan untuk semua jenis media. “Kita harus tahu strategic thinking secara mikro, sekarang we can’t do broadcasting, we have to do narrowcasting. Ini menjadi lebih sulit, karena ada media yang perlu tambahan infografis atau video berdurasi satu menit,” kata pria asal Malaysia itu.
Literasi dan “Trust”
Dari sisi kepiaran, tantangan yang dihadapi PR industri keuangan adalah masih rendahnya tingkat literasi dan inklusi keuangan masyarakat Indonesia, khususnya terhadap lembaga keuangan non-bank. Secara umum, berdasarkan survei OJK tahun 2016, indeks literasi keuangan mencapai 29,66 persen dan indeks inklusi keuangan mencapai 67,82 persen.
Adapun secara terperinci indeks literasi perbankan masih di tingkat 28,94 persen, perasuransian 15,76 persen, dana pensiun 10,91 persen, lembaga pembiayaan 13,05 persen, pegadaian 17,82 persen, dan pasar modal 4,40 persen.
Hal itu pula yang dirasakan Wiwik di Jiwasraya. Menurut dia, tantangan mengelola komunikasi industri asuransi adalah pemahaman masyarakat yang rendah tentang asuransi. “Mereka merasa belum perlu asuransi. Ada juga yang menganggap asuransi ribet dan susah klaimnya. Maklum, ini bicara janji, bisnis yang intangible,” katanya.
Untuk membangun pemahaman dan kepercayaan publik terhadap industri keuangan, edukasi menjadi kata kunci. Sejatinya OJK, Bank Indonesia dan seluruh pelaku industri keuangan telah melakukan berbagai program edukasi untuk meningkatkan literasi keuangan masyarakat.
Jiwasraya melakukan edukasi melalui pelatihan perencanaan keuangan di komunitas pelajar, mahasiswa, ibu-ibu pedagang pasar, hingga nelayan. Tahun ini, Jiwasraya juga akan mengadakan edukasi school to school. “Yang ingin kita dapatkan adalah masyarakat tahu apa itu asuransi, apa itu Jiwasraya, dan tahu kebutuhan asuransi mereka,” katanya.
Di sisi lain untuk meningkatkan trust, Jiwasraya selalu memberikan informasi kinerja perusahaan secara transparan dan terus meningkatkan layanan di semua aspek. Tak ketinggalan mengomunikasikan program CSR/PKBL sehingga kontribusi perusahaan diketahui oleh masyarakat.
Strategis
PR atau komunikasi memiliki peran penting dalam membangun trust di industri keuangan. Karena itu, posisi PR dalam industri keuangan harus strategis. Menurut Ryan, orang yang ditempatkan di PR harus unggul, memahami a-z industri dan perusahaannya, sehingga dapat mengomunikasikan kinerja perusahaan dengan tepat. “Jangan jadikan unit PR sebagai divisi buangan. Selama ini banyak orang yang tidak tertampung di formasi ditaruh di humas. Itu celaka. Akibatnya jadi bumerang untuk perusahan sendiri,” tegasnya.
Ryan berpesan, PR di industri keuangan harus saling berkolaborasi dengan investor relations, analis, dan internal untuk menjaga persepsi publik terhadap perusahaan. Begitu ada berita negatif tentang perusahaan, PR harus secepatnya mengklarifikasi dan menyelesaikannya. “Di Corsec yang kita lakukan adalah eksekusi dulu baru lapor pimpinan. Sekarang tidak zamannya minta petunjuk dulu baru eksekusi,” pungkasnya. nif
- BERITA TERKAIT
- Komunikasi Publik di Persimpangan: Tantangan dan Peluang Pemerintahan Baru
- Mengelola Komunikasi Publik IKN dalam Masa Transisi
- Komunikasi Publik IKN: Membangun Sinergi Semua "Stakeholder"
- Komunikasi Publik IKN: Tampak Belum Kompak
- Komunikasi Publik IKN: Mengukur Dampak Sosial dan Ekonomi