Dukung Millennial Terus Berkembang

PRINDONESIA.CO | Selasa, 22/08/2017 | 1.407
Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Public Relations Indonesia (APPRI) Tipuk Satiotomo memberikan pandangan tentang generasi millennial
Ratna

Sebuah penelitian ringan yang dilakukan Majalah PR INDONESIA di sejumlah kampus pada Mei 2017 menemukan, sebagian besar kaum millennial di jurusan/fakultas komunikasi ingin bekerja di perusahaan konsultan PR. Bagaimana kesiapan perusahaan konsultan PR menerima generasi millennial?

Berada di tengah generasi millennial sembari mendengarkan beragam perspektif dan aspirasinya, ibarat berada di tengah anak-anaknya sendiri. Itulah yang dirasakan Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Public Relations Indonesia (APPRI) Tipuk Satiotomo saat menjadi pembicara PR INDONESIA Meet Up #11 bersama pembicara dan audiens dari generasi millennial, di Jakarta, Jumat (9/6/2017).

Maka, ketika salah satu pembicara dari generasi millennial berharap agar generasi baby boomers tidak meninggalkan generasi millennial, sontak Tipuk menjawab bahwa orang tua tidak mungkin akan meninggalkan anak-anaknya. Kendati generasi millennial kerap dipersepsi tidak loyal, selfish, dan tidak disiplin, tapi bagi Tipuk mereka tidak boleh ditinggalkan.

“Jangan pandang mereka tidak disipilin, selfish, dan tidak loyal. Jangan lihat itu, tapi bagaimana membuat mereka loyal itu yang penting. Karena kreativitas mereka bisa dioptimalkan untuk kemajuan perusahaan juga,” kata perempuan yang sehari-hari berkiprah di Prominent Public Relations itu.

APPRI sendiri sangat mengakomodir kelahiran anak-anak millennial di industri PR. Karena bagaimanapun keberlanjutan dari perusahaan konsultan PR tergantung pada generasi millennial. Artinya, regenerasi dalam tubuh konsultan PR adalah sebuah keniscayaan. Terlebih seiring era digital, konsultan juga dituntut perusahaan atau organisasi klien untuk membuat strategi digital. Di sinilah potensi millennial sebagai digital savvy menjadi kekuatan perusahaan.

“Karena itu kepada perusahaan konsultan PR saya imbau, agar mewadahi dan memberi kesempatan kepada anak muda untuk mengeksplor kreativitas. Sehingga klien percaya apa yang dibutuhkan mendapatkan keinginannya dan anak muda yang bisa menyediakan itu,” tegasnya.

Selain itu, untuk memperkuat passion, generasi millennial perlu diajak bersama-sama membangun dan mengembangkan perusahaan, mencapai target bersama-sama, dan memberikan insentif yang memadai sesuai pencapaian mereka. “Selamat datang kaum millennial, mari sama-sama semua generasi duduk sama rendah berdiri sama tinggi majukan industri PR,” katanya.

Di sisi lain, kepada para generasi millennial Tipuk juga berharap agar mereka menyesuaikan diri dengan SOP yang berlaku di kantor masing-masing. Fleksibilitas dan kebebasan tidak berarti semaunya sendiri, apalagi jika perusahaan konsultan mau presentasi di calon klien. Demikian juga dalam bermedia sosial, generasi millennial harus bijak karena di belakang mereka ada nama baik perusahaan yang dipertaruhkan.

Manajemen Komunikasi

Pada kesempatan yang sama, President PR Society Indonesia (PRSI) Magdalena Wenas, mengatakan, kesenjangan antargenerasi dalam dunia PR seharusnya tidak terjadi jika masing-masing menerapkan manajemen komunikasi yang baik dan benar. “Kalau dalam manajemen komunikasi ada kesantunan, pemahaman, perbedaan persepsi dengan bahasa yang enak, bertanggungjawab maka tidak ada masalah kesenjangan,” katanya.

Sejatinya antargenerasi PR, baik baby boomers maupun millennials saling membutuhkan. Masing-masing mengemban misi untuk menjaga keberlanjutan PR ke depan. Karena PR adalah tentang masa depan. Mata rantai dari generasi ke generasi tidak boleh putus.

“Sekarang Anda belajar, nanti Anda yang mengajar. Kontrol mata rantai baik masa lalu maupun masa yang akan datang. Makin kuat kita jaga kita tidak ada yang jatuh,” katanya seraya berharap agar generasi millennial nantinya pada usia seperti dirinya masih dapat berbicara hal serupa kepada generasi mendatang. (nif)