Banyak yang menduga menurunnya bisnis media cetak dikarenakan pola pembaca dalam mengonsumsi informasi telah beralih ke media daring. Faktanya, hal itu tidak berbanding lurus dengan minat baca, khususnya masyarakat Indonesia.
JAKARTA, PRINDONESIA.CO – Hal ini terungkap saat seminar nasional bertajuk “Menggagas Model Bisnis Media Cetak Zaman Now” yang diselenggarakan oleh Serikat Perusahaan Pers (SPS) di Jakarta, Rabu (8/8/2018). Berdasarkan hasil studi “Most Literred Nation in the World 2016”, meski penggunaan internet di negeri ini terus mengalami peningkatan, minat baca di Indonesia masih menduduki ranking terendah, yakni peringkat ke-60 dari 61 negara.
Ketua Harian SPS Pusat Ahmad Djauhar berpendapat hasil survei ini sudah sepatutnya menjadi pemicu bagi para pelaku industri media cetak untuk terus berinovasi dan berkreasi. Terutama, untuk kembali meningkatkan minat baca masyarakat. “Itu artinya, keberadaan media cetak masih belum tergantikan meski berada di tengah gempuran media sosial dan media on-line,” ujarnya. Publik tak bisa memungkiri media cetak mampu menyuguhkan informasi yang berkualitas. Nilai tambah inilah yang sulit dijumpai di media daring atau media sosial.
Menurut Dahlan Iskan, Ketua Umum SPS, ada tiga isu utama yang melatarbelakangi menurunnya bisnis industri media cetak saat ini. Yakni, kertas, manajemen dan jurnalisme. Toriq Hadid, CEO Tempo Inti Media, tak menampik jurnalisme di era sekarang harus berkompromi dengan teknologi agar dapat menarik minat baca masyarakat. “Mau tidak mau harus ada komunikasi antara redaksi dengan media sosial,” katanya. Namun, tidak bisa serta merta memindahkan model dan cara kerja media cetak ke media on-line. “Ada banyak kompetensi baru di media on-line yang perlu dipelajari dan butuh kerja keras untuk memahaminya,”imbuhnya.
Untuk dapat bertahan, Direktur Pengelola Nielsen Indonesia Hellen Katharina berpendapat perlunya pelaku media membuat berita menjadi lebih tersegmen dan sesuai target yang dituju.
Sementara Irfan Ramli, President Director of Hakuhodo, melihat isu industri media cetak dari kaca mata agensi iklan.
Akhirnya, acara yang dihadari lebih dari 100 anggota SPS dari seluruh tanah air ini diharapkan mampu mendorong insan pers media cetak untuk melakukan berbagai pembenahan dan inovasi. Gempuran media digital bukan lagi sebagai tantangan, tapi peluang untuk meningkatkan kualitas dengan cara aktif berkolaborasi. (rvh)
- BERITA TERKAIT
- Komunikasi Publik di Persimpangan: Tantangan dan Peluang Pemerintahan Baru
- Mengelola Komunikasi Publik IKN dalam Masa Transisi
- Komunikasi Publik IKN: Membangun Sinergi Semua "Stakeholder"
- Komunikasi Publik IKN: Tampak Belum Kompak
- Komunikasi Publik IKN: Mengukur Dampak Sosial dan Ekonomi