Inilah Isu Utama Media Cetak “Zaman Now”: Kertas, Manajemen, Jurnalisme (Bag 1)

PRINDONESIA.CO | Senin, 13/08/2018 | 4.171
Koran adalah kasta tertinggi dalam jurnalistik
Dok. Nia/SPS

Kemunculan media daring diduga menjadi satu-satunya faktor yang menggerus segmen pembaca media cetak. Ternyata ada hal lain yang memengaruhinya. Apa itu?

JAKARTA, PRINDONESIA.CO – Hal inilah yang diungkapkan oleh Dahlan Iskan selaku Ketua Umum SPS Pusat pada Seminar Nasional bertajuk “Menggagas Model Bisnis Media Cetak Zaman Now” di Jakarta, Rabu (8/8/2018). Di hadapan insan pers yang juga merupakan anggota SPS tersebut, ia menilai, pelaku industri media cetak kerap mempermasalahkan oplah yang terus menurun. Padahal intinya bukan itu. 

Beberapa hal yang menjadi isu di media cetak, antara lain:

Harga kertas mahal

Adanya migrasi dari media koran ke on-line mengakibatkan kelangkaan kertas koran yang berdampak pada naiknya harga kertas. Selain soal kertas, media cetak juga memerlukan biaya distribusi. Inilah yang kemudian menyebabkan biaya produksi mengalami peningkatan.

Manajemen

Adanya kekecewaan dari karyawan muda. Mulai dari anggapan karyawan senior dengan usia yang lebih matang tidak pantas memimpin perusahaan, ketidakadilan karier, menilai dirinya mampu tetapi tidak mendapatkan tempat, hingga tidak adanya apresiasi dari perusahaan.

Jurnalisme  

Media intinya adalah redaksi. Mengutip buku  The Tipping Point karya Malcolm Gladwell: perubahan yang kita inginkan tidak pernah terjadi karena keinginan berubah itu tidak mendapatkan jalan.

Dulu, banyak yang berpendapat, orang enggan membaca koran karena beritanya sama dengan berita di media elektronik? Maka, yang sebaiknya diproklamirkan, koran adalah kasta tertinggi dalam jurnalistik. Yang memenuhi kebutuhan pembaca dan melahirkan karya-karya tulisan yang membuat kangen para audiensnya. Terutama, tulisan-tulisan yang membuat pembaca merasa terpenuhi kebutuhannya dari segi pengalaman.

Untuk mengembalikan posisi koran ke kasta tertinggi, Dahlan berpendapat, dibutuhkan pemimpin redaksi yang memiliki jiwa pejuang sebagai pelopor kebangkitan jurnalistik. (rvh)