PR INDONESIA Fellowship Program Angkatan Kedua, Resmi Luncurkan Buku PR

PRINDONESIA.CO | Selasa, 13/11/2018 | 3.058
Cara kerja PR telah berubah banyak, terutama semenjak lahirnya internet
Isqi/PR INDONESIA

Peluncuran buku PR dan Disrupsi: Apa yang Harus Dilakukan Praktisi PR Menghadapi Perubahan Era Digital, karya tiga pemenang PR INDONESIA Fellowship Program 2017 – 2018, menandai dibukanya Jambore PR INDONESIA (JAMPIRO) #4 di Hotel Aston, Semarang, Rabu (7/11/2018).

SEMARANG, PRINDONESIA.COM – Siang hari itu menjadi momen yang paling bahagia, juga melegakan, bagi pemenang PR INDONESIA Fellowship Program periode 2017 – 2018. Ketiganya menutup manis tugas akhir mereka dengan meluncurkan karya buku. Mereka adalah Inadia Aristyavani, Dio Herman Saputro, dan Siko Dian Sigit Wiyanto. Sayangnya, Siko, Pranata Humas dari Kementerian Keuangan berhalangan hadir siang itu.

Menurut Asmono Wikan, founder dan Chief Editor PR INDONESIA, buku persembahan dari majalah yang berslogan "Beyond Reputation" bersama para penerima program beasiswa ini adalah reaksi atas minimnya buku bertemakan PR. “Buku ini diharapkan dapat menjadi pelepas dahaga bagi para pelaku PR yang selama ini kesulitan mencari referensi tentang PR,” katanya di acara yang mengangkat tema “Beyond Public Relations: From PR 4.0 until DNA Public Relations”.

Aktual   

Di buku ini, Inadia lebih banyak mengupas tentang tantangan PR di tengah era disrupsi. “Cara kerja PR telah berubah banyak, terutama semenjak lahirnya internet. Banyaknya disrupsi membuat PR tidak hanya berhadapan dengan media massa, tapi juga ratusan juta akun dalam ekosistem media sosial,” kata perempuan yang akrab disapa Nadia ini.

Lantas, aktualisasi apa yang sebaiknya dilakukan PR untuk dapat menjawab tantangan ini dan dapat selalu memberikan sumbangsih bagi industri? Jawabannya, tentu saja bisa kita temukan di buku ini.  “Ada lima bab yang alurnya bisa sangat membantu praktisi PR untuk memahami lebih dalam tentang revitalisasi yang kita perlukan di era disrupsi seperti sekarang ini,” ujar Asisten Manajer Coorporate Comunication PT Asuransi Tugu Pratama Indonesia Tbk (kini bernama Tugu Insurance).

Sementara bagi Dio Herman Saputro, buku Fellowship ini menjadi karya ketiganya. Di buku tersebut, Dio, begitu ia akrab disapa, lebih banyak mengupas tentang perkembangan manajemen isu krisis di era digital. Menurutnya, di zaman sekarang, agar praktisi PR dapat mengelola isu dan mengantisipasi krisis perlu dukungan big data.

Untuk menyempurnakan tulisannya, ia berkiblat pada referensi cetak, terutama jurnal berstandar internasional. Dio pun berkonsultasi dan melakukan wawancara khusus, terutama dengan PR Guru, dan bersumber dari banyak kasus yang sudah dialami PR senior yang umumnya terjadi tahun 2000 ke atas.  “Tema ini juga didukung oleh tulisan Siko,” imbuhnya.

Ketika ditanya soal kendala terberat saat menyelesaikan karya ini, Inadia menjawab adalah sulitnya berkoordinasi dengan dua penulis lain karena masing-masing memiliki kesibukan dan prioritas utama. Sementara, mereka hanya punya waktu efektif delapan bulan untuk menyelesaikan buku ini hingga akhirnya resmi terbit di Semarang, bertepatan dengan pelaksanaan JAMPIRO #4. “Selamat membaca, semoga buku ini dapat bermanfaat bagi siapa pun yang membaca,” tutupnya.  (nun)