Pesatnya perkembangan media digital berimbas pada perubahan pola distribusi konten. Yang awalnya koran, televisi, radio, menjadi kian berwarna dengan kehadiran platform digital.
JAKARTA, PRINDONESIA.CO - Konten yang diunggah di media digital membuat mesin pencari secara otomatis hanya akan menampilkan konten-konten yang sifatnya personalisasi atau sesuai dengan kebiasaan konsumsi si pengguna. Ada peran algoritma di balik itu semua. “Jadi, konten yang kita unggah belum tentu langsung terbaca oleh semua orang. Hingga kita mengenal istilah baru, konten adalah raja, distribusi kerajaannya,” ujar Vice President Marketing Kumparan Anton William kepada PR INDONESIA di Jakarta, Senin (10/2/2020).
Ia melanjutkan, “Contoh, kita memiliki fanpage Facebook, dari sejuta pengikut, paling tidak terbaca satu persennya. Tapi sesuai target.” Inilah yang kemudian tumbuh fenomena untuk mendapatkan perhatian audiens menjadi terasa mahal karena semua makin personal.
Lantas, bagaimana cara praktisi public relations (PR) menyiasati agar setiap konten yang dibuat bisa tepat sasaran? Anton mengatakan, penting bagi PR memahami search engine optimization (SEO) dan cara kerja algoritma masing-masing platform media sosial.
Tipsnya, pertama, pastikan PR memiliki kata kunci (keywords) yang relevan dengan konten/brand/perusahaan. “Kata kunci inilah yang nantinya akan kita sematkan pada tiap konten yang diunggah, baik di judul maupun deskripsi,” ujarnya.
Kedua, konsistensi kata kunci. Untuk di media sosial, PR bisa memanfaatkan tanda pagar (hastag). Tagar berperan sebagai jalan pintas bagi konten untuk bertemu langsung dengan audiensnya. Ketiga, virality. Buat konten dengan format beragam, kreatif dan mampu menarik perhatian. Dengan catatan, tidak clickbait. Bentuknya bisa infografis atau video. “Intinya, konten tersebut mampu memancing orang untuk berhenti melakukan aktivitasnya dan bertahan cukup lama untuk menikmatinya,” kata Anton.
Menciptakan konten yang mengandung unsur viral, tujuannya tak lain agar orang tertarik menyebarkan kepada lebih banyak orang. Hal ini didasari oleh sifat manusia yang cenderung ingin menjadi orang pertama yang mengabarkan informasi penting kepada rekan-rekan di sekelilingnya. Terakhir, saatnya PR berkolaborasi dengan tim IT yang kompeten di bidang SEO.
Keunggulan
Kemampuan memaksimalkan SEO bermanfaat bagi PR untuk menarget audiens yang sama secara berulang-ulang. Metode ini memungkinkan konten terdistribusi sesuai sasaran. Selain itu, melalui teknik targeting dan retargeting, peluang orang yang bersangkutan untuk memahami pesan dan melakukan interaksi menjadi semakin tinggi.
Langkah ini dilakukan oleh Kumparan. Platform pertama di Indonesia yang menggabungkan teknologi berbasis jurnalisme ini juga memanfaatkan tracker internal untuk memproduksi konten. Melalui metode ini, mereka dapat menyerap kebiasaan dan aktivitas dari para pembacanya untuk kemudian dijadikan rekomendasi dalam membuat konten berikutnya. “Dengan mengetahui artikel yang paling digemari dan dari kategori apa, akan menjadi strategi bagi kami untuk membuat konten selanjutnya,” kata Anton.
Satu hal lagi yang harus diwaspadai oleh PR di era digital adalah mesin pembelajaran (machine learning). Untuk itu, menurut Anton, setidaknya ada tiga kompetensi yang harus dimiliki PR. Pertama, mampu membuat konten dengan berbagai format. Kedua, dalam membuat ide/konten harus berdasarkan pada kebiasaan pengguna (behaviour user). Ketiga, menguasai pola-pola distribusi yang tepat sasaran. (ais)
- BERITA TERKAIT
- Komunikasi Publik di Persimpangan: Tantangan dan Peluang Pemerintahan Baru
- Mengelola Komunikasi Publik IKN dalam Masa Transisi
- Komunikasi Publik IKN: Membangun Sinergi Semua "Stakeholder"
- Komunikasi Publik IKN: Tampak Belum Kompak
- Komunikasi Publik IKN: Mengukur Dampak Sosial dan Ekonomi