Bio Farma menjadi salah satu perusahaan yang paling banyak mendapat sorotan selama pandemi. Harapan agar negara ini segera terbebas dari pandemi melalui pengadaan vaksin COVID-19, bertumpu pada perusahaan pelat merah penyedia vaksin yang sudah berdiri sejak tahun 1890 itu.
JAKARTA, PRINDONESIA.CO - Hingga akhirnya, 13 Januari 2021, Presiden RI Joko Widodo menjadi penerima vaksin COVID-19 perdana sekaligus menandakan dimulainya program nasional vaksinasi COVID-19 tahap pertama. Selanjutnya, PT Bio Farma (Persero) bersama Lembaga Biologi Molekular (LBM) Eijkman sebagai penyedia bibit vaksin akan mengembangkan vaksin Merah Putih. Vaksin ini dijadwalkan akan tersedia dan dapat dipergunakan pada kuartal IV 2022. Sehingga, negeri ini tidak lagi bergantung pada negara lain dalam hal pengadaan vaksin.
Head of Corporate Communication Bio Farma Iwan Setiawan, tak memungkiri mengomunikasikan vaksin di tengah pandemi seperti sekarang memang berbeda. Apalagi vaksin ini benar-benar baru ditemukan dan diproduksi di masa pandemi. Ia memberi contoh, ketika COVID-19 hadir di bumi pertiwi, banyak orang yang menanyakan mengenai keberadaan vaksin. Ketika vaksin itu sudah ada, publik meragukan efektivitasnya, bahkan tak sedikit pula yang menolak.
Pro Kontra
Bio Farma juga merangkum beberapa isu lain yang kerap menyertai keberadaan vaksin. Salah satu yang cukup sensitif adalah mengenai halal/haram. Sedari awal, kata Iwan, Bio Farma sudah menyadari pentingnya sertifikasi halal. Apalagi mayoritas penduduk di negeri ini adalah muslim. Oleh karena itu, sejak awal mereka sudah melibatkan Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam proses sertifikasi vaksin COVID-19.
- BERITA TERKAIT
- Komunikasi Publik di Persimpangan: Tantangan dan Peluang Pemerintahan Baru
- Mengelola Komunikasi Publik IKN dalam Masa Transisi
- Komunikasi Publik IKN: Membangun Sinergi Semua "Stakeholder"
- Komunikasi Publik IKN: Tampak Belum Kompak
- Komunikasi Publik IKN: Mengukur Dampak Sosial dan Ekonomi