Program vaksinasi dan penerimaan terhadap vaksin di tanah air masih menuai menuai pro dan kontra. Untuk mengatasi persoalan ini, perlu pendekatan sosiokultural, di samping strategi narasi tunggal.
JAKARTA, PRINDONESIA.CO - Demikianlah pendapat praktisi media senior yang juga merupakan Direktur TVMu Makroen Sanjaya. Dari pengamatannya, isu vaksin telah merebak sejak Desember 2020. Namun, mengerucut sejak 7 – 17 Januari 2021. Beberapa isu yang beredar di masyarakat meliputi stigma tentang vaksin yang merupakan produk Tiongkok, krisis kepercayaan masyarakat, imbas polarisasi politik pasca pilpres, hingga disinformasi vaksinasi.
Makroen mengatakan, misinformasi maupun disinformasi disebarkan oleh tokoh-tokoh publik yang berpengaruh. Seperti berita yang sempat viral beberapa waktu lalu mengenai adanya tokoh publik yang tidak bersedia divaksin. Yang bersangkutan bahkan lebih memilih untuk membayar denda ketimbang divaksin. “Hal ini tentu akan menimbulkan krisis kepercayaan kepada masyarakat,” ujarnya saat menjadi pembicara di acara yang digagas InterStudi & STDI The Series secara virtual, Rabu (20/1/2021).
Dampak dari maraknya disinformasi, masyarakat menjadi bingung untuk memilah berita yang sahih dan salah. “Berita benar dan salah saling menimpa satu sama lain, masyarakat pun mengalami saturasi informasi,” imbuhnya.
- BERITA TERKAIT
- Komunikasi Publik di Persimpangan: Tantangan dan Peluang Pemerintahan Baru
- Mengelola Komunikasi Publik IKN dalam Masa Transisi
- Komunikasi Publik IKN: Membangun Sinergi Semua "Stakeholder"
- Komunikasi Publik IKN: Tampak Belum Kompak
- Komunikasi Publik IKN: Mengukur Dampak Sosial dan Ekonomi