Salah satu penyebab meluasnya disinformasi adalah karena banyaknya masyarakat merujuk pada media sosial—medium yang mampu menimbulkan efek ruang gema.
JAKARTA, PRINDONESIA.CO - Menurut survei dari Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) dan Katadata, sebanyak 54 persen masyarakat Indonesia merujuk kepada media sosial sebagai sumber informasi mereka. Sementara disinformasi yang beredar umumnya berasal dari media sosial dan aplikasi chat. Antara lain, Facebook, Instagram, Twitter, dan WhatsApp.
Nah, algoritma pada media sosial mengubah linimasa yang tadinya sesuai waktu pengunggahan menjadi sesuai peminatan. Hal inilah yang kemudian membuat media sosial menjadi sesuai kepentingan dan prasangka penggunanya. Inilah yang menjadi perhatian utama sekaligus tantangan terberat Tim Komunikasi Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN), seperti Donny B.U., saat menjalankan perannya mengomunikasikan program vaksinasi COVID-19.
Dengan sistem tersebut, kata Donny saat menjadi pembicara dalam gelaran diskusi virtual RCCE Indonesia bertajuk “Melawan Disinformasi COVID-19”, Jumat (29/1/2021), ketika kita mencari suatu berita, maka kita akan terus ditautkan ke berita sejenis. Kondisi ini membuat kita terjebak di ruang gema (echo chamber), sementara banyak dari kita yang tidak menyadari hal tersebut.
- BERITA TERKAIT
- Komunikasi Publik di Persimpangan: Tantangan dan Peluang Pemerintahan Baru
- Mengelola Komunikasi Publik IKN dalam Masa Transisi
- Komunikasi Publik IKN: Membangun Sinergi Semua "Stakeholder"
- Komunikasi Publik IKN: Tampak Belum Kompak
- Komunikasi Publik IKN: Mengukur Dampak Sosial dan Ekonomi