Sejatinya, setiap kegiatan komunikasi pasti membutuhkan sumber daya yang memadai. Apabila kegiatan komunikasi lain bisa terus berjalan, lantas mengapa audit komunikasi kerap dianaktirikan?
JAKARTA, PRINDONESIA.CO - Padahal, menurut CEO and Principal Consultant Kiroyan Partners Verlyana (Veve) Hitipeuw, dengan menjalankan kegiatan audit komunikasi praktisi public relations (PR) bisa mendapatkan gambaran utuh dari proses komunikasi di perusahaan/organisasinya serta membantu dalam membuat langkah kerja ke depan yang tepat sasaran. “Mereka jadi tahu apa yang sudah baik, apa yang belum dan apa yang masih perlu dibuat ke depan. Inilah yang paling penting,” ujarnya secara tertulis kepada PR INDONESIA, Kamis (22/7/2021).
Sayangnya, banyak praktisi PR yang belum memandang audit komunikasi sebagai sebuah kebutuhan. Hingga saat ini, kegiatan komunikasi umumnya hanya diukur berdasarkan indikator-indikator kasat mata. Contoh, jumlah artikel yang terbit, media yang datang untuk meliput, atau kemeriahan saat acara. Padahal, hal tersebut hanya bersifat semu dan belum memberikan gambaran menyeluruh tentang efektivitas komunikasi yang dijalankan.
“Jangan melihat audit komunikasi sebagai beban tambahan yang rumit atau mahal. Sehingga, menjadikannya alasan untuk tidak mengerjakan. Justru, kita seharusnya melihat itu sebagai kebutuhan dan bagian dari proses komunikasi,” ujar Veve. Ia melanjutkan, apabila audit ini sudah menjadi kebutuhan, maka PR akan merencanakan dan mengusahakannya dari awal. “Jadi, yang perlu diubah adalah sudut pandang kita dalam melihat audit itu sendiri,” imbuhnya.
- BERITA TERKAIT
- Komunikasi Publik di Persimpangan: Tantangan dan Peluang Pemerintahan Baru
- Mengelola Komunikasi Publik IKN dalam Masa Transisi
- Komunikasi Publik IKN: Membangun Sinergi Semua "Stakeholder"
- Komunikasi Publik IKN: Tampak Belum Kompak
- Komunikasi Publik IKN: Mengukur Dampak Sosial dan Ekonomi