Di tengah terpaan pandemi, komunikasi empatik menjadi solusi. Bersama-sama saling menjaga, menunjukkan adanya saling pengertian, menciptakan interaksi saling memahami, dan menguatkan disertai aksi nyata.
JAKARTA, PRINDONESIA.CO - Menurut Joseph A. Devito, penulis buku The Interpersonal Communication Book sekaligus penemu teori komunikasi antarpribadi, empati adalah merasakan perasaan dengan cara yang sama seperti yang dirasakan orang lain. Empati juga diyakini sebagai fondasi dari semua interaksi hubungan antarmanusia.
Ya, berkomunikasi dengan mengedepankan unsur empati terasa makin krusial di tengah kondisi yang tidak menentu seperti pandemi. Terutama, bagi instansi dan korporasi. Berdasarkan Edelman Trust Barometer 2020, Special Report: Brand Trust and the Coronavirus Pandemic, 90 persen responden tidak ingin melihat perusahaan/brand lebih mengutamakan profit. Bahkan, 71 persen responden akan melupakan brand yang tidak peduli dan hanya memikiran keuntungan selama pandemi.
Sebaliknya, mereka ingin melihat kesungguhan dan kepedulian yang tulus dari perusahaan terhadap karyawan, sesama, lingkungan, serta menjadi bagian dari solusi. Di akhir kesimpulannya, survei ini menekankan pentingnya membangun komunikasi yang mengandung emosi, kasih sayang, empati, dan fakta.
- BERITA TERKAIT
- Kaleidoskop PR INDONESIA 2024
- Peran PR Membangun Komunikasi Publik di Era Pemerintahan Baru
- Mengintip Gaya Komunikasi Publik Pemerintahan Prabowo – Gibran
- Komunikasi Publik Era Jokowi: Gaya Berbeda dengan Banyak Catatan
- Komunikasi Publik di Persimpangan: Tantangan dan Peluang Pemerintahan Baru