Di saat banyak instansi/korporasi mengalami masa-masa menantang di tengah pandemi COVID-19, tak sedikit di antara mereka yang justru sukses memanfaatkan krisis multidimensi ini sebagai momentum untuk mempertahankan eksistensi dan reputasi.
JAKARTA, PRINDONESIA.CO - Caranya, lihai memaksimalkan PESO (paid, earned, share, owned) media. Apalagi di era digital seperti sekarang, saluran PESO sudah berkembang sedemikian rupa. Setiap unsur bisa dikolaborasikan untuk menjangkau sasaran yang jauh lebih luas, tepat, efektif, sekaligus efisien.
PESO pertama kali diperkenalkan oleh Gini Dietrich, pendiri, CEO, penulis buku Spin Sucks, sekaligus kreator model PESO, tahun 2014. Pada masa itu, PR hanya berhubungan dengan media relations. Seiring perkembangan zaman, model PESO memungkinkan komunikator untuk menciptakan strategi komunikasi yang holistik. Dietrich bahkan berpendapat hanya komunikator yang mampu mengintegrasikan keempat media inilah yang akan menjadi pemenang. Ia juga menilai PESO sebagai cara yang paling cerdas untuk mengaktifkan kampanye hubungan masyarakat saat ini.
Pentingnya memaksimalkan keberadaan PESO juga disadari betul oleh IndiHome. Menurut Head of Marketing Communications IndiHome Afifudin, PESO menjadi tools yang membantu PR dalam menyusun kerangka kerja strategis sesuai dengan tujuan perusahaan. Praktisi PR menjadi semakin mudah dalam memutuskan jenis media mana yang menjadi prioritas, bagaimana merencanakannya, mengeksekusi, hingga mengukur efektivitas strategi yang telah disusun.
- BERITA TERKAIT
- Komunikasi Publik di Persimpangan: Tantangan dan Peluang Pemerintahan Baru
- Mengelola Komunikasi Publik IKN dalam Masa Transisi
- Komunikasi Publik IKN: Membangun Sinergi Semua "Stakeholder"
- Komunikasi Publik IKN: Tampak Belum Kompak
- Komunikasi Publik IKN: Mengukur Dampak Sosial dan Ekonomi