Sebelum menentukan strategi konsep paid, earned, shared, dan owned (PESO) media yang akan digunakan, praktisi PR harus terlebih dahulu mengetahui karakteristiknya. Sehingga, bauran PESO sesuai dengan tujuan dan biaya.
JAKARTA, PRINDONESIA.CO - Pendekatan PESO sudah lazim digunakan di luar negeri sejak tahun 2014. Para Anggota International Public Relations Association (IPRA) bahkan sudah menggunakan metode PESO dalam pengembangan strategi komunikasinya dari sisi pengukuran.
Menurut Communications Director Rajawali Foundation Fardila Astari, PESO pertama kali diperkenalkan tahun 2014 oleh Gini Dietrich, pendiri, CEO, penulis buku Spin Sucks, sekaligus kreator model PESO. Pada masa itu, PR hanya berhubungan dengan media relations. Padahal media relations hanya salah satu taktik dalam mencapai tujuan komunikasi.
Seiring perkembangan zaman, model PESO memungkinkan komunikator untuk menciptakan strategi komunikasi yang holistik. Menurut Dietrich, model PESO dapat digunakan untuk menangkap berbagai jenis media di era digital seperti saat ini. Sedikit atau banyaknya ragam PESO disesuaikan dengan kebutuhan dan obyektif komunikasinya. “Nah, untuk mengetahui besarnya komposisi masing-masing PESO, kita harus terlebih dahulu memahami karakteristik masing-masing media,” ujar perempuan yang karib disapa Dila ini.
- BERITA TERKAIT
- Komunikasi Publik di Persimpangan: Tantangan dan Peluang Pemerintahan Baru
- Mengelola Komunikasi Publik IKN dalam Masa Transisi
- Komunikasi Publik IKN: Membangun Sinergi Semua "Stakeholder"
- Komunikasi Publik IKN: Tampak Belum Kompak
- Komunikasi Publik IKN: Mengukur Dampak Sosial dan Ekonomi