Ada banyak ujian bagi seorang pemimpin ketika tengah mengelola organisasi. Pemimpin di unit tim terbawah hingga paling tinggi, selalu punya potensi mengalami ujian. Biasanya, semakin tinggi pohon menjulang, kian besar pula ayunan daun dan rantingnya akibat tiupan angin. Demikian pula pemimpin, ujian baginya berbeda-beda. Semakin tinggi posisi pemimpin, kian besar pula peluang ujian terjadi.
JAKARTA, PRINDONESIA.CO - Sesungguhnya, memimpin sebuah unit kerja atau organisasi bisa sangat sederhana. Sepanjang, cara pandang sang pemimpin itu juga bersahaja dan memiliki kelonggaran hati seluas samudera. Artinya, lentur tapi tidak melantur. Kuat, tapi tidak kaku. Perkasa, namun bukan suka memaksa. Terbuka, namun tidak telanjang.
Nah, menjadi tidak sederhana ketika sang pemimpin menggunakan "kacamata kuda". Memimpin berdasar selera personal, tidak melihat konteks dan situasi di luar, serta kebutuhan organisasi di dalam. Terlalu meyakini kebenaran dirinya, tanpa mau melihat kebenaran versi orang lain.
Padahal, kepemimpinan itu sangat dinamis. Tak boleh rigid dengan paradigma lama, ketika ada kebutuhan untuk menyesuaikan diri. Pemimpin yang bijak, tidak tabu mengubah metodenya, jika dirasa metode lama perlu penyesuaian. Meski, metode lama telah menghasilkan hasil nyata.
Pemimpin yang enggan mengikuti perubahan dan dinamika, ia akan ditinggal oleh kemajuan yang telah berlari di depannya.
Bauran Kepercayaan
Memahami perubahan, kebutuhan, dan tuntutan publik, adalah sebuah ujian bagi pemimpin. Yang gagal menaklukkannya, akan membuat model kepemimpinannya menjadi kurang relevan. Ia akan kekurangan "oksigen kepemimpinan", berupa legitimasi, yang datang dari orang-orang di sekitarnya maupun publik.
Sebaliknya yang berhasil mengelolanya, akan melahirkan energi baru sebagai modalitas melanjutkan kepemimpinannya yang lebih segar, dinamis, dan relevan. Plus bertambah legitimasinya.
Membangun legitimasi inilah salah satu ujian besar lainnya bagi pemimpin. Legitimasi datang bukan dari pakem senioritas. Bukan pula datang dari semata-mata kecerdasan. Legitimasi, adalah bauran antara kepercayaan, rasa hormat, kemampuan, dan sikap mental positif yang dimiliki seorang pemimpin.
Pemimpin yang legitimate hari ini, adalah pemimpin yang dicintai anggotanya. Dihormati orang-orang di sekitarnya. Serta ditunggu-tunggu arahannya. Arahan pemimpin adalah batubara bagi setiap anggotanya.
Ketika "batubara" dan "oksigen" ini bertemu, sudah barang tentu kinerja kepemimpinan seseorang menjadi optimal. Alhasil, organisasi pun memetik capaian yang gemilang. Reputasi melonjak. Harga saham menguat. Kesejahteraan karyawan meningkat.
Rasanya, tak ada orang yang tak ingin punya pemimpin seperti ini. Mungkinkah pemimpin model demikian dilatih? Sangat mungkin dan itu bisa dimulai dari unit organisasi terkecil. Selamat mencoba! (Asmono Wikan)
- BERITA TERKAIT
- Kesenjangan Antara Teori dan Praktik
- Pentingnya Sebuah Etika dalam Setiap Kehidupan
- Strategi dan Kreativitas Kampanye Pemilu
- Kekuasaan Tidak Pernah Abadi
- Membawa Pesan Komunikasi yang Jernih Jelang Pemilu 2024