Minimnya komunikasi di masa pandemi membawa dampak berkurangnya rasa memiliki (sense of belonging), memicu konflik dan miskomunikasi antarsesama karyawan. Kunci mengatasinya, perlu merekatkan soliditas melalui cara kerja secara hibrida.
JAKARTA, PRINDONESIA.CO - Menghadapi dampak pandemi di fase-fase awal menjadi bagian yang tersulit bagi Kandi Imaji, agensi PR lokal yang fokus memberikan lima layanan komunikasi komprehensif meliputi strategic PR, media management, content management, event management, dan digital marketing.
Terutama, ketika mereka harus beradaptasi dengan sistem kerja dari rumah dan lebih banyak berkomunikasi secara daring. “Tidak mudah. Sebab, saya dan tim, seperti juga yang lain, terbiasa berdiskusi secara langsung,” kata CEO Kandi Imaji Farah Dilla Syofiana kepada PR INDONESIA, Kamis (21/10/2021). Apalagi, ia menambahkan, mereka baru saja menerima beberapa anggota baru yang merupakan fresh graduate, masih harus mendapatkan bimbingan dan jam terbang.
Dilla, begitu ia karib disapa, tak memungkiri, ketika itu kerap kali terjadi miskomunikasi baik antara sesama anggota tim maupun antara mereka dengan klien. Ditambah lagi, katanya, minimnya pertemuan secara langsung berdampak pada semakin berkurangnya rasa memiliki atau sense of belonging antarsesama karyawan. Bahkan, antara karyawan dengan perusahaan. Kondisi ini memicu potensi konflik antartim hingga meningkatnya angka turnover (perputaran) karyawan karena mereka memilih untuk mengundurkan diri.
- BERITA TERKAIT
- Komunikasi Publik di Persimpangan: Tantangan dan Peluang Pemerintahan Baru
- Mengelola Komunikasi Publik IKN dalam Masa Transisi
- Komunikasi Publik IKN: Membangun Sinergi Semua "Stakeholder"
- Komunikasi Publik IKN: Tampak Belum Kompak
- Komunikasi Publik IKN: Mengukur Dampak Sosial dan Ekonomi