Mahalnya Reputasi: Mata Uang itu Bernama Reputasi dan Kepercayaan

PRINDONESIA.CO | Selasa, 01/11/2022 | 1.880
Pada saat krisis, PR berperan membantu menavigasi juru bicara. Terutama terkait navigasi etika atau cara penyampaian informasi.
Dok.Pribadi

Pada saat organisasi sedang diuji oleh krisis dan berjuang memperbaiki reputasi, maka yang akan diuji adalah kesesuaian antara kinerja, perilaku, dan komunikasi.

 

JAKARTA, PRINDONESIA.CO - Dua kasus yang membetot perhatian publik sepanjang bulan Agustus 2022 lalu dengan seketika mencoreng marwah lembaga negara dan institusi pendidikan yang sepatutnya menjadi teladan. Melalui perbincangan hangat secara virtual, Rabu malam (14/9/2022), CEO & Principal Consultant Kiroyan Partners Verlyana Hitipeuw menyoroti dua hal penting yang dapat menjadi pelajaran, terutama bagi kalangan praktisi public relations (PR).

Pada dasarnya tidak ada satu organisasi pun yang imun terhadap krisis. Paling tidak, organisasi melalui peran PR dapat meminimalisasi risikonya. Pelajaran pertama yang bisa diambil dari peristiwa di atas meliputi soal penanganan krisis dan pengelolaan reputasi pascakrisis.

Veve, begitu Verlyana karib disapa, mengatakan, ada beberapa langkah penanganan krisis yang cepat dan tepat untuk memulihkan reputasi. Pertama, menyampaikan kejadian sebenarnya kepada publik. Informasi yang disampaikan kepada publik meliputi what, when, where, who, why, dan how (5W+1H). Kedua, menyampaikan informasi secara transparan dan terkini. Public relations atau juru bicara dapat menyampaikan penyebab kejadian. Misalnya human error, kesalahan manajemen, maupun insiden. Termasuk, menyampaikan kepada publik apabila proses investigasi masih berlangsung.