Mahalnya Reputasi: Menjaga Reputasi dari Ancaman Gratifikasi

PRINDONESIA.CO | Kamis, 03/11/2022 | 1.632
Tak ada jalan lain untuk merespons krisis kepercayaan selain melakukan introspeksi dan pembenahan dari dalam.
Dok.Istimewa

Kasus mafia pajak yang dilakukan oleh mantan pegawai pajak, Gayus Tambunan, pernah membuat reputasi Direktorat Jenderal Pajak (DJP) tersungkur hingga ke titik nadir. Namun, instansi yang berada di bawah naungan Kementerian Keuangan ini mampu bangkit. Hikmah apa yang bisa dipetik? 

 

JAKARTA,PRINDONESIA.CO - Kejadiannya memang sudah berlalu 12 tahun silam. Namun, peristiwa itu begitu membekas. Kasusnya tidak hanya menggemparkan publik. Sebaliknya, publik pun menjadi saksi dari perjuangan dan kesungguhan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) untuk bangkit dan memperbaiki diri.

Hingga akhirnya, instansi ini mampu menjejakkan kakinya dengan penuh percaya diri serta meraih kembali kepercayaan publik. Segala peluh pun terbayar. Puncaknya, realisasi penerimaan pajak pecah telur. Pada tahun 2021, realisasi penerimaan pajak mencapai target hingga 103,9 persen, setelah 12 tahun tidak pernah mencapai target. Ya, kasus yang menimpa DJP adalah contoh nyata betapa mahalnya reputasi.

Kepada PR INDONESIA melalui saluran Zoom, Jumat (9/9/2022), Kasubdit Hubungan Masyarakat DJP Dwi Astuti, mengenang. Menurutnya, kepercayaan publik yang kini diraih oleh DJP bukan pekerjaan semalam melainkan perjalanan yang membutuhkan proses panjang dan melelahkan. Terutama, ketika mereka harus menata kembali puing-puing reputasi hingga terakumulasi menjadi citra positif bagi organisasi. Sebab, pada dasarnya reputasi dan kepercayaan publik (public trust) merupakan interkoneksi atau hubungan timbal balik yang saling memengaruhi.